Nalar-Nationalarchaeology.com – Pertama kali saya menginjakkan kaki di wilayah Sorowako, saya begitu tercengang. Bagaimana tidak, karena ini pertama kali saya menginjakkan kaki di kota mini. Dulu, bayangan saya terhadap kota mini hanya ada di negara-negara maju saja yang paham dengan cara membuat kota yang ramah lingkungan.
Sorowako – Kota Kampung
Sorowako ini saya sebut “kota kampung”. Mengapa ? karena sebelum berada di sini kita harus melewati hutan dan beberapa perkampungan yang jauh berbeda dengan kota ini. Di kota sorowako, saya seperti berada diluar negeri karena melihat lanskap kota ini dikelilingi hutan dan bangunan-bangunan rumah begitu rapih. Pemandangan lain juga karena saya melihat orang-orang berkendara dengan tertib. Tidak ada yang berkendara ugal-ugalan, apalagi menerobos lampu merah. Tidak seperti kota-kota lain yang telah saya kunjungi.
Konflik Masyarakat adat
Begitulah awal pengalaman pertama saya saat berkunjung di sorowako “kota kampung” ini. Namun, seiring waktu saya menikmati dan mengenal seluruh isi kota kecil ini. Pandangan saya mulai berubah, rupanya betul kata para orang bijak. Kita tidak bisa melihat dan menilai sesuatu begitu cepat. Hampir tiap tahun masyarakat disini melakukan aksi protes kepada perusahan. Protes tersebut dilayangkan karena kebijakan perusahaan tidak memenuhi kepentingan masyarakat. Karyawan pabrik sedikit bergembira karena hari itu tidak lagi bekerja seperti biasanya. Massa aksi melakukan pemblokiran jalan dengan memasang truk besar.