Nalar – Arkeologi Indonesia– Oleh Nur Aziza Nasir. Praktik kanibalisme sudah banyak tercatat dalam sejarah umat manusia. Kanibalisme menjadi satu tindakan yang dianggap tidak manusiawi dan menjadi sejarah kelam tersendiri pada beberapa wilayah. Di Indonesia, praktik kanibalisme pernah dan marak terjadi pada era sebelum zaman kolonialialisme di beberapa wilayah nusantara tersebut. Salah satu peristiwa kanibalisme di Indonesia yang pernah diangkat yaitu oleh Marco Polo seorang penjelajah asal Venesia Italia. Dalam tulisannya, Marco Polo amat terkejut melihat adanya masyarakat yang mengkonsumsi daging manusia. Peristiwa itu terjadi di wilayah pesisir Sumatera pada tahun 1292.
Praktik Kanibalisme di Nusantara
Kejadian tersebut terjadi di Kerajaan Dagroian yang terletak di Daerah Pidie (Aceh). Marco Polo menyaksikan masyarakat kanibal yang memakan daging kerabatnya yang sakit parah dan sudah tidak bisa diselamatkan. Catatan Marco Polo “Para Kanibal dan Raja-Raja: Sumatera Utara 1290 an” yang dimuat dalam Sumatera Tempo Doeloe. Karya Anthony Reid bahwa kanibalisme tersebut terjadi ketika salah satu kerabat mereka jatuh sakit.
Lalu memanggil penyihir untuk melihat dan mencari tahu apakah orang sakit tersebut bisa sembuh atau tidak. Jika penyakitnya tidak bisa disembuhkan, orang itu akan mati. Maka kerabat dari orang sakit akan memanggil sesorang secara khusus untuk membunuh si orang sakit. Setalah itu, mayat dari orang yang sakit tersebut akan dimasak dan disajikan kepada kerabat yang ditinggalkan.
Salah satu arkeolog yaitu Friedrich Schnitger pernah melakukan penelitian pada wilayah Padang Lawas tahun 1935. Melalui penelitian tersebut menemukan candi yang dipercaya merupakan sisa-sisa Kerajaan Poli pada abad ke 12. Friedrich meyakini bahwa kerajaan tersebut merupakan kerajaan yang berasal dari sebuah sekte Bhairawa.
Sekte ini memuja dewa-dewa yang berwujud iblis dan memiliki ritual memakan daging manusia pada upacara pemujaan di Kuburan. Friedrich pun menyimpulkan bahwa praktik kanibalisme di Indonesia merupakan hal yang lazim. Bahkan praktik ini sering dilakukan sebelum bangsa Eropa masuk ke wilayah Nusantara.
Adanya praktik kanibalisme yang dilakukan juga bisa menjadi bentuk implikasi dari hukuman yang diberikan, seperi yang dilakukan oleh suku Batak. Oscar von Kessel yang meneliti fenomena tersebut pada tahun 1844. Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa kanibalisme yang dilakukan oleh suku Batak merupakan salah satu bentuk hukuman. Hukuman dijatuhkan untuk orang yang melakukan pelanggaran seperti pencurian, perzinaan, mata-mata, atau penghinaan.
Kanibalisme Srategi Perang Penjajah
Seiring waktu, praktik kanibalisme pun menjadi salah satu bentuk strategi yang pernah dilakukan oleh pihak penjajah. Hal itu dipraktikkan dengan menghabisi orang Gowa yang bermukin di desa Ara, Bulukumba.
Berdasarkan kisah tutur orang Ara, berawal dari konflik yang terjadi antara Gowa dan Bone pada tahun 1666-1669. Penjajah pun mulai memanfatkan praktik ini sebagai ladang untuk menghacurkan kekuasaan Gowa. Hal tersebut dilakukan dengan mengirim pasukan yang berasal dari suku Seram, Maluku. Suku yang dipercayai pada saat itu masih mempraktikkan memakan daging manusia.
Adanya berita terkait kedatangan suku Seram pada wilayah Ara, menyebabkan masyarakat Gowa kala itu mengungsi ke Leang Passea. Leang Passea dianggap menjadi gua yang cukup strategis untuk dijadikan sebagai tempat persembunyian dari suku kanibal tersebut. Hal ini dikarenakan kondisi gua yang cukup tertutup dan sulit diketahui keberadannya oleh musuh.
Selama pengungsian dilakukan, dipercayai banyak masyarakat Gowa yang tinggal di Ara gugur akibat mati kelaparan di leang pengungsian tersebut. Kesulitan dan ketakutan pun dialami selama bersembunyi di Leang Passea, memicu tekad para pengungsi untuk melakukan perlawanan.
Legenda perlawanan terhadap suku Seram dipercaya masyarakat Ara sebagai Bulaenna Parangia. Banyaknya korban yang berjatuhan di daerah tersebut menjadi cikal bakal penamaan Leang Passea yang artinya pedih. Masyarakat Ara kemudian memaknai bahwa leang tersebut merupakan gua tempat orang-orang yang bersedih.
Seiring berjalannya waktu, praktik kanibalisme berangsur-angsur dihillangkan dan telah dilarang pada masa pemerintahan Hindia-Belanda tahun 1890.