NALAR – Arkeologi Indonesia, Gugusan bebatuan gamping sepanjang mata memandang menjulang begitu tinggi dari permukaan tanah. Tumbuhan yang mewarnai permukaan gamping menancapkan akarnya di sela-sela kecil bebatuan. Inilah gambaran bentang alam wilayah Simbang, Bak surga tersembunyi di tengah Kabupaten Maros. Di wilayah inilah, lukisan purba tertua di dunia ditemukan.
Kami berkunjung ke salah satu situs arkeologi yang berada di wilayah ini. Yakni situs gua atau Leang Jarie yang terletak di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros. Situs arkeologi lukisan dinding purba tersebut telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya pada tahun 2018. Gua ini masuk dalam Kawasan Karst Maros-Pangkep, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.
Gua ini merupakan jenis gua prasejarah dengan panjang kurang lebih 900 meter. Memiliki ketinggian sekitar 30 meter dari permukaan laut. Informasi arkeologi di gua ini antara lain lukisan dinding gua, alat batu dan pecahan yang terbuat dari batu chert dan gamping.
Penemuan Lukisan Dinding Purba
Lukisan dinding purba pada gua awalnya ditemukan oleh peneliti asing kisaran tahun 1941-1953. Berdasarkan hasil pertanggalan yang diperoleh melalui penelitian kerjasama antara peneliti Indonesia dan Australia, usia lukisan berusia 30.700 tahun yang lalu.
Saya sempat berbincang dengan Irwan, juru pelihara Leang Jarie. “Pada kisaran tahun 1980–1990an, lukisan dinding nampak sangat jelas” tutur Irwan. Namun kondisi lukisan tersebut kini pudar. Hanya tersisa puluhan lukisan yang bisa diidentifikasi.
Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan bagi keberadaan lukisan dinding. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya, bahwa permukaan dinding gua mengelupas dan menghilangkan lukisan. Kasus ini terjadi dibeberapa lokasi dimana laju kerusakan hingga 2-3 cm perbulannya.
Selain itu ancaman kerusakan juga ditimbulkan oleh ulah vandalis. Perilaku seperti mencoret dinding dengan spidol dan lukisan dinding. Hal ini terjadi pada situs-situs yang dibuka untuk tujuan pariwisata.
Keterancaman dan Upaya Konservasi menjelaskan bahwa ini terjadi karena pengetahuan pengunjung mengenai nilai penting dari lukisan dinding masih kurang. Permasalahan yang timbul mungkin karena keterbatasan edukasi dan pengawasan. Jumlah gua yang banyak tidak sebanding dengan jumlah sumber daya manusia.
Raden Cecep Eka Permana dalam Lukisan Dinding Gua (Rock Art) ,
Selain itu, lebih lanjut dijelaskan bahwa salah satu penyebabnya ialah faktor alam. Salah satu faktor ialah deforestasi. Penyebab berkurangnya hutan-hutan tersebut akibat alih fungsi lahan menjadi ladang maupun area pemukiman tentunya tidak terlepas dari perilaku manusia.
Perubahan suhu juga mempengaruhi lukisan. Misalnya perubahan suhu tinggi pada siang hari dan turun tajam pada malam hari. Hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan mengakibatkan lukisan terkelupas. Faktor penyebab pengelupasan lainnya ialah air hujan yang bersifat asam. Laju kerusakan mungkin saja disebabkan oleh berkembangnya industi marmer dan semen.
Lukisan Dinding Purba Leang Jarie
Leang Jarie merupakan salah satu contoh nyata mengenai keterancaman lukisan dinding. Mungkin saja, lukisan-lukisan yang tak ternilai harganya akan memudar dan hilang. Kasus kerusakan lukisan dinding ini terjadi hampir di semua situs di wilayah Maros-Pangkep.
Untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya dan sejarah seperti lukisan dinding prasejarah di Leang Jarie, dibutuhkan kerja sama dari seluruh masyarakat, pemerintah, dan berbagai pihak terkait. Pemerintah perlu memberikan dukungan dan anggaran yang cukup untuk upaya konservasi dan pelestarian warisan budaya dan sejarah, seperti dengan mendukung penelitian, pengembangan teknologi konservasi, dan pembangunan infrastruktur yang mendukung pariwisata sejarah.
Selain itu, masyarakat juga harus memiliki kesadaran dan penghargaan yang tinggi terhadap warisan budaya dan sejarah di Indonesia. Masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan-kegiatan konservasi dan pelestarian, seperti dengan mengikuti program pelatihan konservasi atau menjadi relawan dalam kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan perbaikan warisan budaya dan sejarah.
Peran akademisi dan para ahli sejarah juga sangat penting dalam upaya pelestarian warisan budaya dan sejarah. Mereka perlu terus melakukan penelitian dan dokumentasi terhadap warisan tersebut, sehingga dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti dan generasi mendatang.
Dengan menjaga dan melestarikan warisan budaya dan sejarah dengan baik, kita dapat menunjukkan penghargaan dan rasa cinta kita terhadap kekayaan budaya dan sejarah Indonesia. Warisan tersebut juga dapat menjadi sumber inspirasi dan pengenalan akan jati diri bangsa serta dapat menjadi daya tarik pariwisata yang berpotensi meningkatkan perekonomian lokal. Oleh karena itu, mari kita jaga dan lestarikan warisan budaya dan sejarah kita dengan baik, sebagai tanggung jawab kita sebagai warga negara yang baik.