Pohon Damar: Relasi Budaya dan Ekonomi Masyarakat Routa, Konawe

Related Articles

Nalar – Nationalarchaeology.com – Sebulan yang lalu pada 13 Februari 2023  saya melakukan perjalanan menuju Kecamatan Routa. Dimulai dari kota Kendari dengan menempuh perjalanan selama 8 jam menggunakan kendaraan roda empat.

Sore itu, tiba di persimpangan poslis menuju kampung Routa dengan sambutan jalan bebatuan dan berdebu. Sepanjang perjalanan saya melewati hutan lebat dan beberapa tower karst. Pemandangan puncak gunung dan pohon tinggi lurus yang menjorok ke atas langit. 

Persimpangan Poslis menuju kampung Routa

Pohon Damar namanya, pohon itu tumbuh berbeda dari pohon yang lain. Perjalanan itu mengingatkan saya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ketika libur telah tiba, kakak saya mengajak untuk masuk hutan menyadap damar. Melewati bukit dan hutan lebat dengan membawa ransel yang terbuat dari karung penuh dengan damar. 

Pohon damar disebut juga sebagai Agathis Dammara yang merupakan pohon asli yang tersebar di Sulawesi, Maluku, Kalimantan dan Filipina. Getah damar digunakan sebagai bahan baku industri cat, varnish, lak, tinta, dan korek api.

Tetapi di desa-desa, damar sudah digunakan sebagai bahan bakar obor menurut Burkill,LH (1966). Burkill menulis dalam jurnalnya berjudul “A Dictionary of the Ergonomic Products of the Malay Peninsula”. 

Pohon Damar & Routa

Kecamatan Routa masuk dalam wilayah Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Routa menjadi kecamatan secara resmi pada tahun 2005 yang dimekarkan dari kecamatan induk Wiwirano. Routa terdiri dari enam desa dan satu kelurahan, yaitu Kelurahan Routa, Desa Walandale, Lalomerui, Tanggola, Tirawonua, Puuwirano, dan Parudongka. Adapun luas wilayahnya mencapai 218.858 Ha, dengan ribuan hektar pohon damar yang tersebar di dalamnya.

Lanskape pegunungan yang dipenuhi pohon damar di Routa.

Routa jadi incaran peneliti, seperti Asrun Lio. Seorang Mahasiswa Ph.d, The ANU (The Australian National University) yang melakukan penelitian di kampung ini pada tahun 2011. Penelitiannya menyebut Routa sebagai daerah “segi tiga emas” pada masa kelompok DI/TII.

Penyebutan itu dikarenakan daerah ini berada pada wilayah perbatasan tiga provinsi sekaligus. Perbatasan provinsi Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Tengah yang kaya kandungan mineral. Selain karena kandungan mineral, kawasan ini juga sebagai penghasil hutan yang melimpah, seperti pohon damar. 

Pohon damar telah lama dikelola oleh masyarakat Routa sejak zaman dahulu hingga sekarang. Damar menjadi penopang ekonomi sebelum hadirnya pertanian kakao dan lada. Penunjang ekonomi lainnya berasal dari penghasilan hutan, seperti rotan, kayu gaharu, dan jalapari sebagai bahan dasar parfum.

Kedatangan Suku Luar Routa

Masyarakat yang berada di wilayah kecamatan Routa ini pada mulanya lahir dari sebuah kelompok masyarakat yang memiliki kerajaan. Mereka mengenal diri mereka dengan nama Kerajaan Wiwirano.

Pada awal perkembangannya, Kerajaan Wiwirano umumnya dihuni dan dikembangkan oleh orang Tolaki. Sengan demikian, masyarakat Routa menganggap bahwa orang Tolaki merupakan suku asli kerajaan tersebut.

Menurut beberapa sumber dari masyarakat Routa sendiri tidak ditemukan informasi adanya ikatan kekerabatan. Bahkan keluarga raja menikah dengan suku luar pada saat itu. Tetapi pada tingkat masyarakat umum banyak penduduk asli yang menikah. Mereka menikah dengan suku bangsa pendatang dengan tujuan utama untuk berdagang dan mendamar. Heterogenitas yang terjadi pada masa kerajaan terus berlanjut dan tetap dinamis pada masa kolonialisme Belanda. 

Kemajemukan penduduk Routa berawal dari Kerajaan Wiwirano yang senantiasa membuka diri. Membangun hubungan-hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain, termasuk kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan.

Kerajaan Wirano memang pada saat itu tidak hanya dalam dimensi pengetahuan. Tetapi dari segi kesukubangsaan, bahwa wilayah kerajaan Wirano pada saat itu juga sudah dihuni oleh berbagai suku bangsa. Hadirnya suku tersebut menurut keterangan datang ke kerajaan Wiwirano masing-masing dengan tujuan yang berbeda. 

Hal itulah yang membuat budaya dan bahasa Routa terbilang unik dan menakjubkan. Bagaimana tidak, Masyarakat Routa dihuni berbagai suku dan etnis asli di Sulawesi. Suku yang bermukim seperti suku Tolaki, Bugis, Toraja, Duri, Rongkong dari Luwu, dan Bungku dari Sulawesi Tengah.

Keberadaan berbagai suku dari berbagai daerah tersebut karena potensi perdagangan damar. Damar telah membawa orang-orang dari luar masuk ke wilayah Routa untuk perekonomian damar.

Saya mendengar dengan baik cerita dari Bapak Arifin seorang RT Routa tentang orang yang masuk wilayahnya. Beliau menjelaskan jika orang asli Routa dulunya tidak tahu cara mengelola pohon damar.

Saat itu, hanya orang-orang Toraja yang memiliki kemampuan dan pengetahuan pengolahan damar menjadi pekerjaan yang menghasilkan uang. Orang Toraja masuk ke Routa melalui danau Towuti pada zaman Belanda.

Pegunungan pohon damar  d Desa Walandale, Kec. Routa, Dok. Darfin, 2023

Setelah orang-orang Toraja masuk dan melihat potensi damar tersebut, barulah kemudian membaginya ke penduduk asli sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Masyarakat Routa telah mengelola semua lokasi damar yang tersebar di beberapa lokasi.

Damar tersebar di seluruh wilayah Routa, seperti di Desa Walandawe, Lalomerui, Desa Lalomerui dan Desa Lerea. Masyarakat meramu Damar di lokasi Taparateo dan di Sulawesi Tengah yakni daerah Tokamini dan Sampala.

Sementara kehadiran orang Bugis di wilayah Kerajaan Wiwirano juga dimotivasi oleh faktor perdagangan damar sendiri. Masuknya orang-orang Bugis memprakarsai perdagangan dengan membeli getah damar yang berpelabuhan ke Malili.

Kehadiran kedua suku bangsa tersebut dengan berbagai alasan. Hal yang menyertainya menjadi titik penting dari proses lahirnya hubungan antar suku di Kerajaan Wiwirano. Potensi damar yang cukup besar yang ada di wilayah Kerajaan Wiwirano tersebut menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi sukubangsa lainnya. 

Berbagai suku yang masuk ke wilayah ini membuat orang Routa mampu berbahasa ganda. Orang Toraja mampu menguasai tiga hingga lima bahasa sekaligus di Routa termasuk bahasa penduduk asli seperti orang Tolaki.

Begitupun sebaliknya orang Tolaki mampu menguasai bahasa Bugis dan Toraja. Hal inilah yang membuat orang Routa memiliki kemampuan berbahasa untuk berinteraksi dengan orang luar dengan muda. Di titik itulah sebagai awal bahwa pohon damar menjadi sumber relasi budaya antar suku dan etnis masyarakat Routa. 

Hingga saat ini damar menjadi sebuah komoditi yang mempersatukan seluruh suku yang ada di Routa. Sebab penduduk asli ataupun suku lain akhirnya memiliki pengetahuan tentang pengolahan damar. Selain itu, hubungan semakin erat dengan adanya perkawinan antar suku.

Pohon Damar Ekonomi Routa

Bagi masyarakat Routa yang berpendudukan 3523 jiwa ini. Hutan menjadi supermarket yang digratiskan oleh tuhan karena hanya masuk hutan lalu memanen damar. Damar merupakan salah satu pohon yang tumbuh bebas di area hutan dan memiliki air/getah yang dikeluarkan dari batangnya.

Sehingga damar memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi terutama masyarakat Routa. Mendamar merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi sebagian besar masyarakat orang Routa. Dari dulu sampai sekarang, masyarakat masih banyak yang melakukan kegiatan mendamar. 

Masyarakat Routa melakukan perdagangan damar atau pemasarannya di kecamatan Routa yang dimulai dari penggarapan atau pendamar. Pendamar inilah disebut sebagai orang yang masuk kehutan untuk mengumpulkan damar dari pohon ke pohon.

Setelah itu pendamar kemudian mengeluarkan hasil damarnya dari hutan menuju kampung untuk dijual ke Ponggawa di Desa. Ponggawa atau bos ini merupakan seorang pedagang atau pengepul damar di desa sebagai pihak pertama proses transaksi damar.

Ponggawa-lah yang membeli damar dari pendamar lalu menjual damarnya ke ponggawa damar yang ada di kecamatan.  Ponggawa di kecamatan sebagai pihak kedua dalam proses lanjutnya hasil perdagangan damar.

Saat ini, Sebagian besar ponggawa damar di pusat kecamatan memilih menjual damarnya ke Timampu, Kabupaten Luwu Timur. Alasannya karena Timampu merupakan daerah yang lebih muda diakses.

Walaupun, ada juga  ponggawa damar dari Routa menjual damarnya di Desa Lalomerui. Damar itu dijual ke Kota Unaaha lalu ke Kota kendari, Sulawesi Tenggara. Salah satu ponggawa damar di desa Lalomerui yaitu bapak Taksir yang juga sekaligus sebagai kepala Desa Lalomerui. 

Secara umum, harga damar di kecamatan Routa sangat bervariasi. Jika harga damar Pekon Pahmungan, Lampung berkisar dari harga Rp. 15.000 per kilogram. Harga damar Routa hanya dimulai dari kisaran Rp. 2500 hingga Rp. 8000 per kilogram. Kadang kala itu dipengaruhi oleh ponggawa dan jarak lokasi damar. Biasanya lokasi yang lebih jauh dari Routa memiliki harga lebih murah.

Namun bagi Routa, walaupun harga damar sangat rendah. Namun, saat ini kegiatan mendamar masih menjadi pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagian masyarakat Routa.

Kehadiran damar menjadi solusi utama untuk ekonomi masyarakat Routa walaupun harga kadang tak sesuai. Hal itu karena kehadiran negara tak melihat potensi damar sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Routa.

More on this topic

Comments

Advertisment

Popular stories