Sejarah Perdagangan Rempah-rempah di Maluku Ambon

Related Articles

Kepulauan Maluku telah dikenal dalam jaringan perdagangan di Nusantara sejak masa lampau. Wilayah ini masuk dalam jaringan perdagangan karena merupakan sumber utama komoditi rempah-rempah khususnya cengkeh dan pala.

Para penduduk di Maluku menanam cengkeh dan pala karena mendatangkan hasil dan keuntungan yang melimpah. Karena adanya perdagangan rempah-rempah tersebut, penduduk Maluku dapat membeli atau menukarkan rempah-rempah tersebut dengan bahan pakaian, sutera, porselen ataupun keramik.

Pelabuhan-pelabuhan seperti Hitu, Ternate dan Banda merupakan tempat penumpukan barang yang akan didistribusikan ke daerah-daerah lain di Maluku, dan sebaliknya untuk mengangkut hasil dari Maluku untuk diperdagangkan ke berbagai daerah di Nusantara bagian barat sampai ke Malaka bahkan juga sampai ke Sulu dan Mindanau. Perahu dan kapal-kapal pengangkut barang-barang komoditi perdagangan menyinggahi pelabuhan-pelabuhan dan bandar-bandar niaga di perairan Maluku.

Maluku Dikenal Karena Rempah-Rempah

Rempah-rempah hasil dari kepulauan Maluku merupakan petunjuk penting bahwa Maluku pernah mengadakan hubungan dengan dunia luar.
Menurut para ahli, tanah asal dari rempah-rempah itu adalah Maluku, lebih tepat lagi pala berasal dari Maluku Tengah, dan cengkeh dari Maluku Utara. Dan rupa-rupanya orang Tionghoa sudah mengetahui hal itu.

Terdapat berita dari beberapa negara tentang Rempah-rempah asal dari maluku ini. Bahwa St Silvester, uskup Roma Tahun 314-335 menerima hadiah antara lain 150 pound cengkeh.

Adapun berita di Arab bahwa cengkeh telah menjadi komoditi unggulan di negeri itu. Dalam kitabnya Ibn Khordadzbeh (844-848) mengatakan bahwa cengkeh, pala,kayu cendana, kapur barus, kain tenun, gajah, merupakan bahan ekspor dari India. Namun Ibn Alfathih (902) memberitahukan bahwa rempah-rempah tersebut berasal dari Djawa.

Dan E’drisi tahun 1154 menyebutkan bahwa rempah-rempah tersebut adalah hasil dari pulau Salahit dan daerah yang takluk kepada seorang yang bernama Maharadja.
Sebuah kitab yang terbit antara 1179 — 1229 karangan Yakut Ibn Abdullah an-Rumi menyebutkan bahwa Djawa mengekspor antara lain kayu cendana,barus, cengkeh dan pala (Lapian, 1965: 68).

Dengan adanya berita-berita tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayaran ke Maluku sudah dikenal, dan hasil tanahnya sudah diperdagangkan di pasar internasional pada waktu itu. Namun pelayaran langsung ke Maluku belum dilaksanakan oleh pelaut-pelaut asing.

Hal ini dikarenakan disebelah barat terutama selat Malaka ada kerajaan besar yaitu Sriwijaya yang diidentikkan dengan Maharadja. Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai salah satu kerajaan maritim yang sangat kuat dan memiliki armada laut besar. Oleh karena itu sebagai penguasan selat, Kerajaan Sriwijaya merasa berhak untuk mengatur dan menarik pajak dari pedagang-pedagang yang melintasi Selat Malaka.

Jadi hasil rempah-rempah dari Maluku ini diambil di pelabuhan-pelabuhan besar di sebelah barat. Dan pelayaran ke Maluku dilakukan oleh pedagang-pedagang lokal di Jawa maupun Maluku sendiri.

More on this topic

Comments

Advertisment

Popular stories