Bayangkan kalian hidup ribuan tahun yang lalu jauh sebelum listrik menyala, mesin jahit ditemukan, atau mall tempat belanja berdiri megah. Saat itu, kalian tinggal di tengah hutan lebat di Sulawesi, dikelilingi pegunungan dan alam liar. Tidak ada toko kain, apalagi tempat shopping.
Kira-kira, apa yang akan terlintas di pikiran Sahabat Nalar?
Yang menarik, meskipun hidup di zaman yang sangat sederhana, manusia dulu tetap bisa berpakaian. Mereka tidak tinggal diam. Dengan kreativitas luar biasa, mereka menciptakan kain dari kulit kayu!
Prosesnya pun tidak sembarangan. Kulit bagian dalam pohon dipukul-pukul dengan alat batu khusus hingga menjadi lembaran seperti kain yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pakaian.
Uniknya, alat batu ini bukan hanya sekadar alat, tapi menyimpan kisah sejarah yang menarik dan patut kalian ketahui.

Asal Usul dari Tiongkok Selatan
Teknik membuat kain dari kulit kayu ternyata dimulai dari wilayah Delta Sungai Mutiara di Tiongkok Selatan, sekitar 6.500 tahun lalu. Masyarakat Austronesia, leluhur yang paling banyak tersebar di Asia Tenggara dan Pasifik, menyebarkan tradisi ini ke berbagai penjuru lewat pelayaran. Di antara barang bawaan mereka adalah pemukul kulit kayu tipe IV, sejenis batu pipih dengan alur paralel yang dipahat di permukaannya.
Sulawesi menjadi salah satu titik penting dalam penyebaran budaya ini. Buktinya? Semua pemukul kulit kayu yang ditemukan di Sulawesi, baik dari penggalian arkeologi maupun dari masyarakat adat, adalah tipe IV.
Temuan Menakjubkan di Buttu Batu
Di sebuah situs gua bernama Buttu Batu, yang terletak di pegunungan Bambapuang, Sulawesi Selatan, para arkeolog menemukan 16 pemukul kulit kayu tipe IV. Situs ini berada pada 383 meter di atas permukaan laut. Penggalian antara tahun 2013 dan 2022 mengungkap empat lapisan sejarah dari hampir 6.000 tahun lalu.

- Lapisan tertua (5.900–5.600 tahun lalu): Masa sebelum tembikar, ditemukan alat batu dan tulang babi.
- Neolitikum (3.500–2.800 tahun lalu): Ada kuburan anak-anak dan tembikar sederhana.
- Palaeometalik (2.000–1.800 tahun lalu): Ditemukan 14 pemukul kulit kayu, kerangka manusia, dan bukti awal teknologi besi.
- Masa sejarah (460–300 tahun lalu): Jejak kremasi dan dua pemukul batu.
Menariknya, alat-alat pemukul ini kemungkinan besar dibuat dengan alat besi, menunjukkan bahwa masyarakat di sana sudah mengenal teknologi metalurgi lebih awal dari yang diperkirakan.
Evolusi Pemukul Tipe IV: Dua Babak Sejarah
1. Fase Awal (2.000 tahun lalu – abad ke-19)
Pada masa ini, pemukul kulit kayu dibuat dari batu pasir atau batu kapur, dan selalu memiliki alur memanjang (longitudinal). Desain ini bertahan hampir dua milenium tanpa banyak perubahan. Mereka digunakan untuk membuat pakaian, selimut, dan perlengkapan sehari-hari.
2. Fase Inovasi (Awal abad ke-20 – sekarang)
Ketika kain tenun mulai masuk ke daerah Sulawesi dataran tinggi, masyarakat seperti di Rampi dan Seko tidak tinggal diam. Mereka menciptakan pemukul dengan alur horizontal, diagonal, bahkan kotak-kotak. Tujuannya? Agar serat kayu lebih mudah dihancurkan dan hasil kainnya jadi lebih halus dan kuat.
Proses pembuatannya juga tidak mudah, satu lembar kain bisa butuh 15 pemukul dan melewati 28 tahapan pemrosesan dalam waktu 2 sampai 3 hari!
Identitas dan Nilai Sosial Kain Kulit Kayu
Di daerah pegunungan, kain dari kulit kayu punya nilai budaya tinggi. Ia dipakai dalam upacara adat dan menjadi simbol status sosial. Jaket, rok, bahkan topi dari kulit kayu dipakai oleh masyarakat adat di Rampi dan Seko. Warna-warnanya cerah dan motifnya rumit, menunjukkan betapa berharganya kain ini.
Namun di dataran rendah seperti Rongkong, teknologi tenun lebih cepat diterima, dan penggunaan kain kulit kayu mulai ditinggalkan. Catatan tahun 1920 menyebutkan praktik barter antara kain kulit kayu, kain tenun, dan kerbau antar desa. Ini menunjukkan betapa dinamis dan adaptifnya masyarakat Sulawesi saat menghadapi perubahan.
Penemuan pemukul kulit kayu tipe IV di Sulawesi tidak hanya menunjukkan kemampuan teknologi nenek moyang kita, tapi juga membuktikan bahwa Sulawesi adalah titik penting dalam jaringan migrasi dan inovasi Austronesia.
Referensi
Nur, M., Hasanuddin, A.M. Saiful, Suryatman, et al. (2025).
The barkcloth beater of Sulawesi and its changes over time.
Antiquity, 2025, Vol. 00 (00): 1–16.
DOI: https://doi.org/10.15184/aqy.2025.56