Upaya Pelestarian Tinggalan Budaya di Danau Matano

Related Articles

Nationalarchaeology.com – Dinas Kebudayaan Luwu Timur kembali melakukan kunjungan di Desa Matano dalam rangka pendataan tinggalan budaya. Pendataan tersebut bertujuan untuk memenuhi sekaligus melengkapi data situs yang rencananya akan ditetapkan sebagai cagar budaya.  

Kegiatan ini berlangsung selama dua hari, Terhitung sejak Selasa, 06 Mei 2024 hingga Rabu, 07 mei 2024. Pihak dinas berkolaborasi dengan beberapa perwakilan tim dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, Museum dan Cagar Budaya, dan Nalar – National Archaeology

Foto 1. Tim Pendata Dinas Pendidikan dan Kebudayan Luwu Timur
Doc; Doloreno Putradana Lisupindan, 2024

Sejauh ini sudah banyak situs budaya yang ditemukan di sekitar danau Matano. Akan tetapi, pendataan di area tersebut hanya berfokus pada tiga situs, di antaranya Kompleks Makam Rahampu’u, Situs Pontada, dan Situs Sukoiyo. Ketiga situs tersebut terletak di wilayah administratif yang berbeda. Kompleks Makam Rahampu’u berada di Desa Matano, sementara Situs Sukoiyo terletak di Desa Nuha, dan yang terakhir Situs Pontada di Pantai Ide.

Selama di lokasi, tim pendata melakukan survey dan pemetaan. Kegiatan survei meliputi deskripsi objek budaya dan penentuan sampel temuan. Adapun kegiatan pemetaan berupa pengambilan titik koordinat dan penentuan batas area situs.

Melintasi Danau Matano

Saat tiba di pelabuhan Sorowako, tim kemudian bergegas menaiki sebuah perahu. Tentu saja, perahu ini akan membawa tim ke lokasi pendataan.

Tim pendata berjumlah sembilan orang. Jadi total ada 10 orang di perahu, ditambah Bapak Nanda selaku nahkoda perahu. Setelah semuanya siap, selang beberapa menit anggota tim pun siap mengarungi indahnya Danau Matano.

Foto 2. Bapak Nanda Selaku Nahkoda Perahu
Doc; Doloreno Putradana Lisupindan, 2024

Mereka tak lupa mengabadikan momen tersebut. Hampir setiap kejadian yang dilalui akan terekam menggunakan smartphone masing-masing. Pesona alam yang terpampang nyata, bak surga kecil yang dapat kita saksikan. Air, hutan, gunung, dan angin seolah-olah menyambut kedatangan para tamu yang menyambangi tempat ini. Tak henti-hentinya mereka memandang sekeliling. Melihat hamparan bukit yang tampak berwarna biru dari kejauhan, hingga kemudian akan terlihat menghijau saat perahu telah tiba di tepi danau. Begitupun dengan birunya air danau, serasa membawa kesegaran bahkan sebelum orang-orang terjun untuk berenang

Foto 3. View Danau Matano

Riuhnya suara mesin perahu hingga guncangan gelombang air danau hampir sejam dirasakan. Setelahnya, tanda-tanda perkampungan sudah mulai kelihatan. Sang nahkoda mulai mengarahkan perahu ke sebuah dermaga. Terlihat sambutan tulisan “Morina Matano” di sana, yang memiliki arti “indahnya Matano”. Tulisan tersebut sepertinya menjadi slogan di desa yang telah berubah status menjadi desa wisata ini.

Desa Matano Sebagai Desa Wisata

Akhirnya tim pendata tiba di Desa Matano. Mereka disambut oleh seorang Perempuan berhijab berwarna abu-abu. Beliau adalah Bu Nadra, seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah yang ada di Desa Matano. Rencananya tim pendata akan menginap di rumah sanak keluarga Bu Nadra.

Rombongan tim yang dipandu oleh Bu Nadra kemudian berjalan meninggalkan Pelabuhan. Jarak yang ditempuh sekitar 500 meter. 10 menit kemudian akhirnya rombongan tiba di basecamp.

Setelah rehat sejenak, perwakilan dari tim bergegas menuju kantor Desa Matano. Kunjungan tersebut bertujuan untuk meminta izin sekaligus berkoordinasi dengan pemerintah desa. Sayangnya, dalam kunjungan tersebut kami tidak bertemu dengan kepala desa. Melainkan hanya bertemu dengan Pak Zaenal selaku Kasi Pelayanan Desa Matano. Pak Zaenal menunjukkan kapasitasnya selaku kepala seksi di pemerintahan Desa Matano. Ia banyak menjelaskan tentang kondisi situs yang ada di Desa Matano terutama soal kepemilikan lahan. “Kepemilikan lahan di sekitar kompleks makam Rahampu’u masih belum ada”. Ungkap Zaenal saat menjawab pertanyaan dari perwakilan tim pendata. 

Foto 4. Bertemu dengan Pak Zaenal dalam rangka koordinasi dengan Pihak Pemerintah Desa Matano
Doc; Muh. Alif, 2024

Desa Matano merupakan desa yang sangat kaya. Berada di pinggiran danau Matano dan dikelilingi oleh bukit yang disertai dengan berbagai jenis pepohonan. Di desa ini juga terdapat sumber mata air yang disebut “Bura-Bura”, kawasan wisata yang dikenal dengan nama “Laa Waa”, dan kemungkinan masih banyak kepingan surga lainnya.

Desa Matano terbagi menjadi empat dusun, di antaranya Dusun Matano, Bonepute, Kayu Tandu, dan Landangi. Selain menggunakan akses perahu, desa ini dihubungkan oleh jalan trans Sulawesi yang masih belum sampai pada tahap pengaspalan.

Jalan tersebut mengarah ke perbatasan antara Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. “Ini yang menjadi salah satu kekurangan kami yang tinggal di Desa Matano, jika akses jalan (Jalan Trans Sulawesi) ini bagus, maka di desa kami ini kemungkinan akan lebih maju” Ungkap Zaenal saat menemani tim mengunjungi Kompleks Makam Rahampu’u.

Perekaman Data di Sekitar Danau Matano

Pasca berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat, tim lalu beristirahat. Malam harinya dilanjutkan dengan briefing. Tim saat itu membicarakan situs yang akan dikunjungi sambil membagi job bagi masing-masing anggota tim. Ada yang bertugas sebagai fotografer, deskripsi objek, dan tim pemetaan.

Esok harinya tim berangkat menuju Kompleks Makam Rahampu’u. Tim pendata mengendarai sebuah mobil pick up yang dikemudikan oleh pak RW. Guncangan demi guncangan terus dirasakan. Ini imbas dari jalan yang berlubang dan becek akibat hujan.

Dengan jarak sekitar 1,8 km dan waktu tempuh kurang lebih 20 menit, akhirnya tim tiba di Kompleks Makam Rahampu’u. Kompleks makam ini berada di sebuah bukit dengan ketinggian 503 mdpl.

Tim pendata mengidentifikasi setidaknya terdapat sekitar 20 makam di kompleks ini. Dua di antaranya merupakan makam yang dibatasi oleh struktur batuan yang berbentuk persegi. “Konon, dua makam ini adalah dua orang tokoh yang bernama “Lamatulia” dan “Lamakandia”, jelas Zaenal mengenai dua makam itu. Selanjutnya tim melakukan deskripsi, pengambilan titik koordinat dan penentuan batas area situs.

Foto 5. Salah satu makam di Kompleks Makam Rahampu’u
Doc; Doloreno Putradana Lisupindan, 2024

Setelah selesai, tim pendata kembali ke basecamp dan pendataan dilanjutkan keesokan harinya. Hari kedua, tim pendata menyambangi Situs Sukoiyo dan Situs Pontada di Pantai Ide. Namun kali ini lokasi situsnya tidak lagi berada dalam wilayah administrasi Desa Matano, tapi situs tersebut berada di Desa Nuha dan Pantai Ide.

Seperti biasanya, tim melakukan pengumpulan data berupa survey, deskripsi, dan pemetaan. Situs yang pertama dikunjungi ialah Situs Sukoiyo. Sukoiyo merupakan salah satu situs yang diduga sebagai kampung tua yang berada di tepi danau Matano. Di situs ini tim menemukan berbagai pecahan tembikar.

Foto 6. Kondisi Situs Sukoiyo
Doc; Doloreno Putradana Lisupndan, 2024

Selanjutnya ialah Situs Pontada di Pantai Ide. Di situs ini ditemukan sisa sisa tiang kayu dan pecahan tembikar yang menjadi penanda adanya jejak kehidupan di wilayah tersebut.

Foto 7. Survei temuan di Situs Sukoiyo
Doc: Muh. Alif, 2024

Lebih lanjut, tim kemudian bertolak kembali menuju Pelabuhan Sorowako. Hal tersebut sekaligus menjadi akhir perjalanan tim pendata di sepanjang Danau Matano. Selanjutnya, dengan memanfaatkan sisa waktu yang ada, tim pendata melanjutkan pendataan di salah satu Kompleks Makam Lampia di Desa Harapan, Kecamatan Malili.

Foto 8. Survei temuan yang dilakukan oleh salah satu anggota tim di Situs Pontada
Doc: Doloreno Putradana Lisupindan, 2024

Rangkaian agenda di lapangan dianggap selesasi. Langkah berikutnya adalah penyusunan laporan. Data yang telah dikumpulkan akan diolah kembali dan akan disusun sedemikian rupa agar dapat menjadi rujukan dalam proses pengusulan sebagai situs cagar budaya di Kabupaten Luwu Timur.

Kegiatan tersebut merupakan sebuah langkah awal dari Dinas terutama di bidang kebudayaan. Perubahan status tinggalan budaya menjadi sebuah benda maupun situs cagar budaya, merupakan sebuah bentuk upaya perlindungan dan pelestarian. Hal ini kemudian diperkuat dengan adanya regulasi yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.

More on this topic

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Advertisment

Popular stories