Nalar – National Archaeology Indonesia. Masjid Katangka atau A-Hilal merupakan salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan. Masjid ini berlokasi di kelurahan Katangka kecamatan Sombu Opu Kabupaten Gowa.
Masjid ini dibangun pada tahun 1603 di masa pemerintahan Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin. Berdiri di lahan seluas 610 meter persegi dengan luas bangunan 212,7 meter persegi, tampilan masjid ini sangat sederhana. Sekilas Masjid tua Katangka menyerupai masjid Demak (masjid pertama di Pulau Jawa). Berbentuk bujur sangkar dengan atap bersusun dua. Masjid ini merupakan bukti syiar Islam pada saat masa kerajaan Gowa masih berdiri.
Arsitektur Masjid Katangka
Bangunan masjid tua Katangka terbilang sangat sederhana. Badan masjidnya hanya berukuran 13 x 13 meter. Untuk menampung jamaah yang lebih banyak, maka perluasan hanya dilakukan pada serambi masjid, seluas 15 x 4 meter.
Masjid ini dilengkapi enam jendela besar berukuran 3,5 x 1,5 meter dengan tebal lebih dari satu meter. Di dalamnya, terdapat empat pilar berbentuk lingkaran dengan diameter 70 cm. Keempat tiang ini menandakan empat sahabat Rasullullah.
Masjid ini dilengkapi dengan ornamen tulisan Arab berbahasa Makassar yang bercerita tentang bagaimana awal pembangunan Masjid ini. Ornamen tersebut terletak di atas pintu-pintu masuk dan jendela masjid. Dinding di masjid inipun dibuat tebal karena bangunan ini sengaja dirancang sebagai benteng terakhir dari serangan tentara Belanda agar tidak tembus peluru.
Bagian kubah di masjid ini dipengaruhi oleh gaya arsitektur Jawa dan Sulawesi, dan bagian tiang-tiangnya dipengaruhi oleh budaya Eropa, sedangkan bagian mimbar sangat kental dengan pengaruh kebudayaan China. Hal itu terlihat pada atap mimbar yang mirip bentuk atap klenteng. Di bagian dalam masjid, tepatnya bagian mimbar dihiasi kaligrafi bertuliskan aksara Arab namun dalam bahasa daerah setempat. Yang berarti mimbar ini dibuat pada hari Jumat, tanggal 2 Muharram 1303 Hijriah. Yang diukir oleh Karaeng Katangka bersama dengan Tumae Lalaloloa. Karaeng Katangka itu dulu adalah putra mahkota Kerajaan Gowa lalu Tumae Lalaloloa itu artinya menteri dalam negeri,”.
Komplek Makam Raja-raja Gowa
Masjid Tua Katangka berada dalam satu komplek Makam Raja-raja Gowa dimana salah satunya Sultan Hasanuddin dimakamkan. Kawasan pemakaman ini dulunya adalah tapak istana kerajaan Gowa. Satu hal yang menarik perhatian dari makam-makam ini adalah bentuknya yang menyerupai piramid. Makam berbentuk piramid seperti ini juga dapat ditemui di kompleks Makam Syekh Yusuf, sekitar 1 km dari kompleks masjid Katangka. Sebelum masa ke-16. Sultan Hasanuddin lahir pada tanggal 12 Januari 1029 dengan nama I Mallombasang Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Muhammad Bakir. Beliau putra Raja Gowa ke XV Sultan Malikul Said. Makam Sultan Hasanuddin berada di puncak bukit Tamalate kelurahan Katangka kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.
Saksi dakwah dan Pengadilan Islam
Masjid ini selain digunakan sebagai tempat ibadah, juga dakwah-dakwah dalam pusat penyebaran agama Islam, dan benteng pertahanan. Selain itu, masjid ini pernah digunakan sebagai tempat pengadilan.
Orang yang melakukan kejahatan pada zaman dulu diadili secara syariat Islam di serambi Masjid Katangka. Namun sekarang, pengadilan tersebut sudah tidak berlaku karena Kerajaan Gowa sudah berdaulat mengikuti aturan hukum negara.
Masjid tua Katangka bersama dengan Makam Sultan Hasanuddin oleh pemerintah kemudian dijadikan sebagai benda cagar budaya sesuai dengan keputusan Pemerintah dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya.