Dalam sejarahnya masjid memiliki pengertian khusus dalam segi tata bahasanya, yakni suatu bangunan yang berfungsi dipergunakan sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu, shalat jumat maupun shalat hari raya menurut
Sidi Gazabla
Nalar – Arkeologi Indonesia, Keberagaman umat beragama yang hadir saat ini menjadi salah satu bukti dari kemajuan peradaban. Dari sejarah yang panjang, konflik, hingga akhirnya mencapai tingkat pluralitas agama yang memperlihatkan suatu keindahan dalam menjalani kehidupan.
Meskipun demikian, tidak dipungkiri masih sering terjadi perbedan yang disebabkan oleh segelintir oknum yang tidak bertanggung jawab. Kondisi ini dapat mengundang perpecahan ataupun disintegrasi.
Ada enam agama yang tercatat resmi di Indonesia, diantaranya agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Kemudian dari beberapa agama yang ada, salah satu yang memiliki pemeluk terbanyak di Indonesia, ialah agama Islam. Aspek yang menarik diamati secara saksama adalah bangunan monumental yang digunakan sebagai sentra tempat ibadah oleh umat muslim.
Bangunan tersebut tak lain dan tak bukan ialah “Masjid”. Bangunan ini, bahkan menjadi penanda atau ciri dari umat muslim. Mulai dari arsitektur bangunan, motif, hingga simbolnya yang ikonik, seringkali menyita perhatian dengan kemegahan luar biasa yang dimiliki.
Peranan Masjid Kuno dan Perkembangannya
Masjid dalam sejarahnya memiliki arti penting dalam proses perkembangan Islam di segala penjuru dunia. Begitupun proses masuknya Islam berbeda-beda di tiap wilayah juga cukup berpengaruh. Khususnya di Indonesia, proses masuknya Islam dapat diketahui berdasarkan sumber berita luar negeri maupun dalam negeri dengan temuan bercorak Islam. Sedangkan metode penyebarannya, dilakukan dengan cara perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik.
Masuknya Islam pertama kali di Indonesia pada abad ke 7 M, didaerah Pesisir Sumatera Utara diketahui pada saat seminar mengenai “Sejarah agama Islam” yang diselenggarakan di kota Medan.
Adapun di Sulawesi Selatan, proses masuknya Islam di wilayah ini diketahui sekitar abad 17 M dan berlangsung dengan pola dari atas ke bawah (Top Down), yang berarti bahwa kaum kalangan atas (Raja-raja) lebih awal memeluk agama tersebut kemudian diikuti oleh rakyatnya,
(Abdullah, 2016) dalam tulisannya yang berjudul “ Islamisasi di Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Sejarah
Jika kita amati, saat ini masih banyak tinggalan bercorak Islam yang menjadi bukti kuat hadirnya Islam di Sulawesi Selatan. Salah satunya Masjid-masjid Kuno yang merupakan tinggalan Islam di Sulawesi Selatan.
Beberapa Masjid Kuno Yang Tersebar di Sulawesi Selatan
Masjid Tua Al-Hilal Katangka
Masjid Tua Al-Hilal katangka adalah salah satu peninggalan Kerajaan Gowa pada tahun 1603 dibawah kekuasaan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin atau biasa dikenal dengan nama I Mangngarangi Daeng Manrabia yang memerintah pada tahun 1593-1639 M. Letaknya saat ini berada di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan (Irsyad, 2018).
Masjid Jami’ Tua Palopo
Masjid Jami’ Tua Palopo konon dibangun pada masa pemerintahan Sultan Abdullah sekitar tahun 1604 M dan proses penyempurnaan masjid ini dilakukan bersamaan dengan pemindahan Ibukota Kerajaan Luwu dari Malangke ke Wara’ (Palopo). Untuk saat ini adminstrasinya berada di Kelurahan Batu Passi, Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan (Saputra, 2013).
Masjid Taqwa Tompong
Masjid Taqwa Tompong terletak di Dusun Tompong, Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Mesjid ini dibangun pada tahun 1887 M atas prakarsa Raja Bantaeng Karaeng Panawang bersama adat 12. Dari segi arsitektur Masjid Taqwa Tompong merupakan perpaduan Timur dan Barat yakni budaya Cina, Eropa, Arab, dan Lokal (Sofyan, 2015).
Masjid Nurul Falah, Maros
Dilansir dari news.detik.com oleh M. Bakrie dengan judul “Masjid Berusia 2 Abad Ini Jadi Saksi Sejarah Islam di Maros”, Masjid ini dulunya merupakan lambang kejayaan kerajaan Marusu yang menjadi cikal bakal nama Kabupaten Maros. Berdiri sejak tahun 1821 dan telah dilakukan pemugaran sebanyak tiga kali. Secara fungsi, masjid Nurul Falah selain sebagai tempat ibadah dahulu, juga digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan tradisi itu masih berlangsung sampai sekarang. Kemudian di sekitar area masjid, terdapat kompleks makam raja-raja Marusu yang ke-17 dan 18
Masjid Tua Tosora
Masjid Tua Tosora merupakan masjid raya yang pertama dibangun di wilayah Kerajaan Wajo, oleh Arung Matowa Wajo XV La Pakallongi Ro Allinunrungi, pada tahun 1621. Pada waktu masjid tersebut diresmikan, dihadiri oleh Raja Gowa, Raja Bone dan Datu Soppeng. Letaknya berada di Kecamatan Majauleng, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Surur,dkk).
Masjid Al-Mujahidin Watampone
Masjid Al-Mujahidin Watampone, dikenal juga dengan nama Masigi Laungnge (Bugis) atau Masjid Tua. Diyakini oleh banyak kalangan di Bone bahwa masjid inilah yang pertama dibangun di Bone. Sejauh ini belum ditemukan catatan yang jelas mengenai tanggal dan tahun berdirinya. Namun demikian, dalam catatan Asnawi Sulaiman, disebutkan bahwa Masjid Al-Mujahidin didirikan oleh Kadhi Kerajaan Bone yang pertama, Fakih Amrullah, sesaat setelah menjadi Kadhi di Kerajaan Bone di lingkungan istana Kerajaan Bone (Ridhwan, 2017).
Masjid Al-Muhajirin, Pinrang
Masjid Al-Muhajirin terletak Desa Ujung Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Penamaan masjid ini berasal dari bahasa Arab yang artinya orang berhijrah. Pada saat itu mayoritas penduduk yang bermukim di Ujung Lero merupakan pendatang yang berasal dari tanah Mandar. Bersamaan dengan itu , terjadi pula pemberontakan kolonial Belanda sehingga banyak masyarakat Mandar yang hijrah ke Ujung Lero. Masjid ini berdiri pada tahun 1958 dikerjakan dengan swadaya masyarakat, namun sebelum K.H. Sayyed Hasan Alwi hijrah ke Desa Lero, bangunan Masjid ini masih berukuran kecil (Nurfasirah, 2020).
Masjid Awaluddin Selayar
Masjid kuno ini bisa disebut Masjid Gantarang yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Pangali Patta yang merupakan raja pertama memeluk agama Islam. Dan terletak di Desa Bontorannu, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Pampang).
Masjid Kuno Bacukiki
Masjid ini terletak di Kecamatan Bacukiki, Kota Pare-pare, Sulawesi Selatandan didirikan sekitar 1901 M dengan arsitektur yang memperlihatkan corak berlanggam Indonesia Asli. Dahulu Bacukiki merupakan salah satu kerajaan kecil yang sejaman dengan kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Allita (Muhaeminah, 2010).
Masjid Tua Jerra’e, Sidrap
Masjid Tua Jerra’e konon didirikan pada tahun 1016 hijriah atau 1609 Masehi oleh Addatuang Sidenreng La Patiroi, Syeh bojo, dan Nene’ Mallomo setelah satu tahun masuknya Islam di Sidenreng. Letaknya berada di Desa Allakuang, Kecamatan Maritengngae, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan (Selengkapnya di Kumparan.com “Jejak Sejarah Masjid Tua Jerra’e Pangkep yang Berusia 410 Tahun”).
Beberapa masjid yang terbilang sudah sangat berumur dan dulunya merupakan sebuah mahakarya yang menjadi cikal bakal berkembangnya Islam di setiap wilayah di Sulawesi Selatan. Tentunya menjadi suatu kebanggaan bisa mengetahui bangunan monumental ini. Dan yang terpenting, nilai sejarah dan kelestarian masjid tersebut perlu dijaga.
Sebagai penutup, sepucuk pengetahuan yang perlu diingat bersama bahwa seiiring dengan berjalannya waktu, (Kurniawan, 2014) dalam jurnal yang berjudul “Masjid Dalam Lintasan Sejarah Umat Islam” menyebutkan bahwa sekarang ini fungsi masjid mulai menyempit. Dahulu masjid tidak hanya sekadar digunakan sebagai tempat ibadah, akan tetapi masjid menjadi pusat segala kegiatan, mulai dari pendidikan, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.