Mikrolit: Pisau Purba Yang Berkembang Di Sulawesi

Related Articles

Nalar-Nationalarchaeology.com-Mikrolit-Arkeologi Indonesia-Pisau menjadi salah satu senjata yang paling penting ketika hendak membuat makanan. Alat ini biasa digunakan untuk mengiris, mengupas, memilah, dan memotong bahan makanan. Baik itu berupa sayur-sayuran, ikan, ayam, maupun bumbu masakan yang terdiri dari bawang, tomat, serai, dan lain-lain. 

Harus diakui bahwa pisau merupakan salah satu bukti gebrakan teknologi yang berkembang begitu masif. Perkembangannya dapat dilihat dari berbagai macam bentuk, ornamen, dan hiasan pada alat tersebut. Namun di tengah arus kehidupan yang begitu cepat,  titik awal peradaban juga telah mampu mencetak alat dengan fungsi yang serupa. Para peneliti arkeolog menamai alat tersebut dengan mikrolit.

Apa itu Pisau Mikrolit ?

Temuan Mikrolit di Situs Balangmetti. Sumber. AMERTA Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi, Vol.35, No. Suryatman. 2017

Mikrolit adalah satu dari beberapa tipe alat batu yang dibuat oleh manusia purba. Mikrolit dibuat dengan memanfaatkan batuan sebagai bahan utama, memiliki bentuk yang sederhana, dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia kala itu. Alat ini berukuran kecil, memiliki tonjolan pada bagian tengah yang membentang secara vertikal, dan memiliki sisi yang terjal. Oleh karena itu, Hiscock dalam tulisannya menyebut mikrolit sebagai artefak berpunggung (backed artefact). Dari sisi pengerjaan, mikrolit dibagi menjadi dua, di antaranya mikrolit geometrik (microliths geometric) dan lancipan berpunggung (backed point/backed blade). Dua bentuk tersebut tercipta dari hasil pengerjaan yang lebih lanjut pada salah satu sisi batuan. Akibatnya, di sisi tertentu tercipta bagian yang bergerigi (retouched ). Secara sederhana, tampak alat ini menyerupai huruf “D” kapital.

Mikrolit begitu tren pada masanya. Kehadiran dan persebarannya dapat dilihat dari berbagai wilayah, di antaranya Afrika, Australia, dan Asia. Situs The Howiesons Poort, merupakan salah satu bukti awal kehadiran teknologi tersebut. Situs tersebut terletak di Afrika Selatan dengan pertanggalan 65.000-60.000 tahun yang lalu. 

Penggunaan Mikrolit Di Dunia

Di Australia, temuan mikrolit ditemukan di Ceruk Gregory River dan The Old Homestead, Queensland Utara. Kedua situs tersebut berusia 15.000 tahun yang lalu, sementara penggunaan mikrolit baru diketahui sejak umur 8.000 tahun yang lalu. Pada masa yang lebih muda, yakni antara 4.000-3.000 tahun yang lalu, mikrolit semakin banyak di produksi di wilayah tersebut.

Temuan Mikrolit di Situs Gua Mussel, Australia. Sumber. Attenbrow, 2009.

Selanjutnya, di wilayah Asia terdapat dua situs yang menjadi tempat ditemukannya “pisau purba” ini (Mikrolit). Situs tersebut ialah Situs Jwalapuran di India Selatan dan Situs Batadomba di Sri Lanka Selatan. Penggunaan alat tersebut diketahui berlangsung sejak 35.000 hingga 36.000 tahun yang lalu. Tidak hanya itu, mikrolit kian ramai di Asia Tenggara, tepatnya di Pulau Sulawesi. Keberadaan temuan tersebut rata-rata ditemukan di gua-gua prasejarah yang ada di Sulawesi Selatan. Lokasi penemuannya dijumpai di Situs Ulu Leang, Leang Burung, Batu Ejayya, Panganreang, dan Situs Balang Metti. 

Jejak “mikrolit” yang begitu banyak ditemukan di jazirah Sulawesi, semakin menambah keunikan serta keragaman hasil budaya di wilayah tersebut. Bahkan dengan kehadiran alat ini, para ahli mengkategorikan mikrolit sebagai penanda dari budaya Toalean. Seperti yang diketahui, Toalean adalah penduduk lokal yang mendiami daerah Sulawesi Selatan sebelum kedatangan penutur Austronesia.  

Penggunaan Mikrolit Oleh Manusia Prasejarah

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, mikrolit cenderung berada pada lapisan yang berusia 5.000-3.500 tahun yang lalu. Temuan tersebut seringkali berada pada lapisan yang sama dengan mata panah (Maros point) dan fragmen tembikar. Kondisi yang demikian menunjukkan adanya perpaduan budaya antara budaya Toalean dan budaya Austronesia.

Selain itu, informasi mengenai fungsi dari mikrolit juga tak kalah menarik. Robertson dkk (2009), menyebutkan bahwa mikrolit berfungsi sebagai alat untuk memotong, menyerut, mengebor, menggores, dan menusuk. Ia berasumsi bahwa alat tersebut diperuntukkan untuk mengolah tumbuh-tumbuhan, kayu, kulit binatang, dan perhiasan. 

Oleh karena itu, mikrolit telah menjadi hasil ciptaan manusia yang sangat unik di masa silam. Fungsinya yang hampir sama dengan pisau menjadi nilai tersendiri dan berperan penting dalam menunjang kehidupan manusia dahulu. Tentunya, temuan tersebut masih menjadi tanda tanya besar di kalangan para ahli. Minimnya penelitian, menyebabkan adanya kerancuan mengenai kemunculan dan fungsi mikrolit itu sendiri. Kemudian dengan hadirnya temuan tersebut, tidak dipungkiri juga berperan dalam memantik perkembangan alat pemotong yang dapat dijumpai saat ini.  

Referensi

Arini. (2020). Bentuk-Bentuk Mikrolit Di Situs Balang Metti, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Attenbrow, V., Robertson, G., & Hiscock, P. (2009, December). The changing abundance of backed artefacts in south-eastern Australia: a response to Holocene climate change? Journal of Archaeological Science, Vol. 36, pp. 2765-2770.

Clarkson, C., Petraglia, M., Korisettar, R., Haslam, M., Boivin, N., Crowther, A., . . . Koshy, H. J. (2009, December). The Oldest and Longest Enduringmicrolithic Sequence in India: 35 000 Years of Modern Human Occupation and Change at The Jwalapuram Locality Rockshelter. Antiquity 83, pp. 326-348.

Groucutt, H. S., Scerri, E. M., L. L., Clark-Balzan, L., Blinkhorn, J., Jennings, R. P., . . . Petraglia, M. D. (2015, September 24). Stone tool assemblages and models for the dispersal of Homo sapiens out of Africa. Quaternary International, Vo. 382, pp. 8-30.

Hiscock, P. (2006). Blunt and to the Point: Changing Technological Strategies in Holocene Australia. In I. Lilley, Archaeology of Oceania: Australia and the Pacific Islands (pp. 69-94). Blackwell Publishing.

Perera, N., Kourampas, N., Simpson, I. A., U, S., Deraniyagala, Bulbeck, D., . . . e, N. V. (2011, September ). People of the ancient rainforest: Late Pleistocene foragers at the Batadomba-lena rockshelter, Sri Lanka. Journal of Human Evolution Volume 61, Issue 3, pp. 254-269.

Robertson, G., Attenbrow, V., & Hiscock, P. (2009 ., June ). Multiple uses for Australian backed artefacts. Antiquity , Volume 83 , Issue 320, pp. 296 – 308.

Slack, M. J., Fullagar, R. L., Field, J. H., & Border, A. ( 2004 , October). New Pleistocene Ages for Backed Artefact Technology in Australia. Archaeology in Oceania Vol. 39, No. 3, pp. 131-137.

Suryatman, Hakim, B., & Haris, A. (2017, Desember 2017). Industri Alat Mikrolit Di Situs Balang Metti: Teknologi Toala Akhir Di Dataran Tinggi Sulawesi Selatan. AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 31, No. 2, pp. 75-148.

More on this topic

Comments

Advertisment

Popular stories