Maros Point: Mata Panah yang Hadir Sejak Fase Berburu dan Meramu

Related Articles

Nalar-National Archaeology.com-Arkeologi Indonesia-Maros Point- Gambaran kehidupan sejak munculnya peradaban sangat berbeda dibanding yang tengah berlangsung saat ini. Masa sekarang identik dengan aktivitas yang begitu variatif dan terbilang sangat kompleks. Terdiri dari berbagai macam mata pencaharian, sistem kepercayaan, kelompok masyarakat, maupun bagian masyarakat lainnya yang menggerakkan roda-roda kehidupan.

Waktu demi waktu akan terus berputar. Dibaliknya selalu ada cerita dan gambaran kehidupan pada masa silam. Tepat disaat manusia hidup berburu dan mengumpulkan makanan, tercipta sebuah alat yang digunakan untuk menunjang pola hidup tersebut. Aktivitas berburu memantik manusia pada saat itu untuk membuat sebuah alat yang berfungsi dalam melumpuhkan hewan buruan. Para ahli menduga alat yang digunakan adalah panah.

Bentuk dan Bahan dari Maros Point

Mata panah yang tercipta di fase tersebut, dikenal dengan nama Maros Point. Memiliki bentuk yang mungil dan dilengkapi dengan tajaman pada tiap sisinya. Pada bagian kiri dan kanan alat tersebut, terdapat gerigi yang dibuat secara berkelanjutan atau dikerjakan kembali (Retouched) dengan menggunakan teknik tekan (Preassure). Dari karakteristik yang terlihat, mata panah ini menyerupai bentuk “segitiga” dengan bagian ujung yang tampak meruncing.

 Maros Point umumnya terbuat dari batuan jenis chert yang mengandung unsur kaca (Silika) yang tinggi. Michael Brandl dari Akademi Sains Austria Bidang Prasejarah, menjelaskan bahwa chert adalah batuan sedimen yang mengandung silikon dioksida (SiO2). Jenis batuan ini telah mengalami pengendapan yang begitu panjang sehingga menghasilkan pecahan yang cukup tajam. Sejalan dengan itu, Nurfaridah dkk (2019), juga menyinggung sedikit mengenai batuan chert yang sangat cocok digunakan sebagai bahan dalam pembuatan alat batu. “Tingkat kekerasan dan kondisi batuan yang padat, membuat jenis batuan ini sebagai pilihan utama dalam pembuatan alat batu”, tulis Nurfaidah, dkk (2019) dalam artikel yang berjudul “Artefak Rijang Situs Gua Pawon”.

Seputar Maros Point

Maros Point telah ditemukan di beberapa situs prasejarah, Sulawesi Selatan. Pada tahun 2019, Suryatman salah seorang arkeolog yang fokus mengkaji artefak litik, berhasil menggemparkan dunia riset melalui tulisannya tentang Maros Point tertua yang ditemukan di Situs Leang Jarie, Kabupaten Maros. Suryatman berhasil mematahkan argumen yang sedari awal disepakati jika jenis alat ini memiliki umur yang tidak lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Namun, di Situs Leang Jarie merupakan temuan tertua ditemukan dengan umur sekitar 8.000 tahun yang lalu. 

Temuan Maros point di Situs Leang Jarie (Suryatman, 2019)

Maros Point dari masa pra neolitik dibuat lebih sederhana dengan dukungan serpih tanpa harus menggunakan pola penyerpihan teknologi serpih bilah. Serpih dengan bentuk yang tidak simetris pun dapat dimanfaatkan selama memiliki ujung runcing dan tipis. Teknik peretusan “dipunggungkan” juga digunakan untuk memaksimal serpih dengan tepian tajaman yang terjal jelas Suryatman dkk (2019) dalam “Artefak Batu Prateolitik Situs Leang Jarie: Bukti Teknologi Maros Point Tertua Di Kawasan Budaya Toalean, Sulawesi Selatan”.

Fungsi Lain Dari Maros Point

Selain itu, penelitian terbaru mengenai Maros Point nampaknya juga tak kalah menarik. Pada tahun 2022, Anton Ferdianto dkk meluncurkan sebuah tulisan yang membahas fungsi gerigi yang terdapat pada Maros Point. Uji coba yang dilakukan memperlihatkan bahwa gerigi yang terdapat pada teknologi ini berfungsi sebagai duri yang dapat menahan proses pencabutan saat target tepat sasaran. Selain itu, hasil perbandingan yang dilakukan antara Maros Point bergerigi maupun yang tidak bergerigi, menunjukkan jika yang bergerigi memiliki penetrasi yang lebih dalam. Maka dari itu, hasil penelitian ini menunjukkan jika alat ini begitu kompleks dan setiap bagian-bagian dari alat ini memiliki fungsi-fungsi tertentu. Melalui itu pula, kita juga dapat melihat betapa cerdas dan kreatifnya orang-orang yang menciptakan alat tersebut.

Selain Maros Point yang berkembang di Pulau Sulawesi maupun di Asia Tenggara, terdapat alat lainnya dengan ciri dan penamaan yang berbeda (tentunya merujuk pada lokasi ditemukannya). Jika di Afrika terdapat alat bernama Still Bay Point yang ditemukan pada Situs Sibudu dan Ceruk Umhlatuzana. Alat tersebut diduga digunakan sebagai peluru dalam kegiatan berburu. Bukan hanya itu, terdapat Dalton Point di Amerika Utara, Stockon Point di California, dan Scallorn Point yang berada pada periode Woodland Akhir. Dari beberapa alat tersebut memiliki ukuran, bentuk, dan lekukan yang berbeda-beda. 

Kehadiran Maros Point pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, kemungkinan merupakan sebuah tonggak awal perkembangan teknologi. Apalagi penelitian yang telah dilakukan menyebutkan jika alat ini berfungsi sebagai mata panah. Asumsi tersebut juga didukung oleh temuan lukisan yang menggambarkan adegan perburuan. Jadi bisa saja kemunculan bedil ataupun alat sejenis lainnya terinspirasi dari mata panah (Maros Point)

Referensi

Brandl, M. (2010). Classification of Rock Within The Chert Group: Austrian Practce. Archeometriai Muhely, 183-190.

Ferdianto, A., Suryatman, Fakhri, Hakim, B., Sutikna, T., & Lin, S. C. (2022). The efect of edge serration on the performance of stone-tip projectiles: an experimental case study of the Maros Point from Holocene South Sulawesi. Archaeological and Anthropological Sciences 14: 152, pp. 1-17.

Heekern, V. H. (1972). The Stone Age of Indonesia. Martinus Nijhof.

Nurfaridah, D., Bawono, R. A., & Kristiawan. (2019, November 4). Artefak Rijang Situs Gua Pawon. Humanis: Journal of Arts and Humanities Vol. 23, pp. 283-290.

Perston, Y. L., Moore, M., Suryatman, Langley, M., Hakim, B., Oktaviana, A. A., & Brumm, A. (2021). A standardised classification scheme for the Mid-Holocene Toalean artefacts of South Sulawesi, Indonesia. Plos One 16 (5), 1-37.

Suryatman, Hakim, B., Mahmud, M. I., Fakhri, Burhan, B., Oktaviana, A. A., . . . Syahdar, F. A. (2019, Juni ). Artefak Batu Preneolitik Situs Leang Jarie: Bukti Teknologi Maros Point Tertua Di Kawasan Budaya Toalean, Sulawesi Selatan. AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 37 No. 1 , pp. 1-17.

More on this topic

Comments

Advertisment

Popular stories