Arkeologi Indonesia – “Bersihkan hati, sucikan diri di bulan yang penuh berkah ini”. Bulan ramadhan menjadi bulan yang sangat dinantikan oleh para umat muslim. Mereka berlomba-lomba melakukan kebaikan dan senantiasa menjalankan ibadah. Bulan ini identik dengan ibadah puasa, yaitu menahan diri untuk makan dan minum, serta menahan amarah dan hawa nafsu dalam sehari penuh. Bahkan, setiap hal kecil yang dilakukan dapat bernilai ibadah dan dijanjikan pahala yang besar oleh Allah SWT.
Kemuliaan dan keagungan yang seringkali disematkan di bulan ini, tentu tidak terjadi begitu saja. Bulan mubarak ini menjadi saksi turunnya kitab suci Al-Quran. Peristiwa ini dikenal dengan “Nuzulul Qur’an”, peristiwa turunnya wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril (Yunan, 2020). Dalam perspektif astronomi, Izzuddin dan Yaqin (2019) menyebutkan bahwa peristiwa turunnya Al-Quran jatuh tepat pada 17 Ramadhan.
Turunnya Al-Quran merupakan cikal bakal perkembangan agama Islam di seluruh dunia. Kita tahu bahwa Al-Quran digunakan sebagai pedoman hidup bagi umat muslim. Al-Quran turun secara berangsur-angsur. Ada banyak hal yang terjadi dari setiap turunnya ayat- ayat dalam Al-Quran. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita mengetahui asal-usul (Asbabun Nuzul) turunnya Al-Quran.
Menurut Az-Zarqainy dalam Ahmad (2018), terdapat tiga peristiwa tertentu yang menyebabkan turunnya tiap ayat dalam Al-quran. Di antaranya terjadi sebuah konflik, perbuatan yang keji, serta berkenaan dengan cita-cita dan harapan seseorang.
Selain itu, hal lain yang juga menjadi penyebab turunnya ayat Al-Quran ialah untuk memberikan gambaran terhadap sesuatu yang terjadi pada masa lampau, masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Dari beberapa hal tersebut, kita sebagai umat muslim dituntut untuk mempelajari dan mengambil hikmah dari turunnya ayat tersebut.
Al-Quran dan Gua Hira
Al-Quran dalam sejarahnya pertama kali turun di Gua Hira. Kala itu, Nabi Muhammad SAW sedang menenangkan diri di gua akibat kekacauan yang terjadi. Berbagai permasalahan menggerogoti hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat Makkah saat itu. Penduduk ramai-ramai menyembah berhala dan melakukan berbagai tindakan tercela lainnya. Di tengah kegusaran Rasulullah itu, ayat pertama Al-Quran mulai turun sebagai petunjuk (Akbar, 2020).
Pada saat itu, Malaikat Jibril sebagai perantara memerintahkan Nabi untuk membaca dan mempelajari ayat pertama tersebut. Ketidaktahuan dan kebingungan merupakan hal yang pertama kali dirasakan oleh Rasulullah (Masduki, 2017).
Untuk mengatasi hal tersebut, Nabi kemudian mendiskusikannya dengan sang istri, Siti Khadijah. Saat itu, Khadijah sangat mendukung apa yang dilakukan oleh beliau. Setelah itu, Nabi perlahan kemudian melakukannya (Akbar, 2020).
Surah Al-Iqra’ (96) ayat 1-5 menjadi surah pertama yang diturunkan. Dalam surah tersebut, Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk membaca, mempelajari, menelaah, dan mengkajinya dengan menyebut nama Allah SWT. Saat itu Nabi telah menginjak usia 40 tahun (Akbar, 2020).
Al-Qur’an dan Data Arkeologi
Surah ini menjadi acuan awal tatkala dirundung masalah. Setelah itu, ayat-ayat lainnya menyusul selama kurun waktu 22 tahun lebih. Ayat-ayat tersebut merupakan jawaban dari Allah SWT atas setiap permasalahan yang dihadapi selama hidup (Akbar, 2020).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, seorang arkeolog Indonesia hadir dengan gagasan yang cukup berpengaruh dalam skala nasional bahkan internasional. Arkeolog tersebut bernama Ali Akbar. Ia sudah malang melintang di dunia arkeologi.
Beliau juga mencetuskan salah satu cabang ilmu arkeologi, yaitu Arkeologi Al-Quran.
Dalam kajian Arkeologi Al-Quran, Ali Akbar menjadikan Al-Quran sebagai data arkeologi. Menurutnya, ada banyak objek arkeologi yang bisa didapatkan melalui Al-Quran, misalnya Gua Hira. Ali Akbar menyebut Gua Hira sebagai situs arkeologi.
Jarak Gua Hira dari Ka’bah, yaitu sekitar enam kilometer. Ketika hendak menuju gua ini, terlebih dahulu harus melewati sebuah tanjakan di Bukit Jabal Nur. Luas area dalam gua berukuran sekitar 1,5 x 2,5 m. Terdapat lorong kecil di dalam gua yang mengarah ke Ka’bah.
Selain Gua Hira, kemungkinan masih banyak lagi objek arkeologi lainnya melalui perspektif Arkeologi Al-Quran tersebut. Namun, untuk kali ini hanya dikhususkan terkait malam ke-17 ramadhan. Untuk itu, menjelang malam 17 ramadhan ini, tetap semangat menjalankan ibadah dan memperkaya diri dengan pengetahuan.
Referensi
Ahmad, S. (2018, Juli- Desember ). ASBAB NUZUL (Urgensi dan Fungsinya Dalam Penafsiran Ayat Al-Qur`An). El-Afkar Vol. 7 Nomor II, pp. 96-106.
Akbar, A. (2020). Arkeologi Al-Qur’an: Penggalian Pengetahuan Keagamaan. Depok: Lembaga Kajian dan Peminatan Sejarah.
Izzuddin, A., & Yaqin, A. ( 2019, Januari-Juni). Analisis Nuzūl Al-Qur’ān dengan Gerhana Matahari Cincin Perspektif Astronomi. MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 4, No. 1, pp. 123-133.
Masduki, Y. (2017, June). EJARAH TURUNNYA AL-QUR’AN PENUH FENOMENAL (MUATAN NILAI-NILAI PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN). MEDINA-TE, VOL.16,NO.1, pp. 39-50.
Yunan, M. (2020, June). Nuzulul Qur’an Dan Asbabun Nuzul. Al Mutsla: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman dan Kemasyarakatan Volume 2 No. 1, pp. 57-79.