Problematika Klaim Identitas Asal Panrita Lopi Pinisi

Related Articles

Nur Aziza Nasir

Nalar – Arkeologi Indonesia, Perahu Pinisi dikenal sebagai perahu tradisional termasyhur di kancah internasional dan menjadi benda kebudayaan yang dibanggakan oleh Indonesia. Kabupaten Bulukumba merupakan tempat kelahiran dari perahu pinisi sendiri. Perahu pinisi telah ditetapkan sebagai warisan budaya sebagaimana yang dimuat pada catatan UNESCO. Penetapan tersebut dilakukan pada 27 Maret 2018.

Perahu pinisi merupakan jenis perahu tradisonal yang memiliki sistem layar sebagai penggerak utama perahu. Dalam perahu pinisi sendiri memiliki tujuh buah layar yang menjadi ikonik dari perahu. Lambang tersebut berkaitan dengan legenda para leluhur yang mampu mengarungi tujuh samudera dengan menggunakan perahu pinisi.

Menjadi warisan budaya internasional, perahu pinisi banyak dikenal oleh masyarakat luas. Perahu pinisi dibuat oleh Panrita Lopi yang diproduksi di Kelurahan Tanah Beru, Kecamatan Bonto Bahari. Dikenalnya Tanah Beru sebagai tempat penghasil perahu pinisi ternyata memunculkan sebuah problematika. Persepsi asal panrita lopi tersebut cukup menyinggung masyarakat di Desa Ara dan Kelurahan Lemo.

Ketidakterimaan yang muncul menjadi perdebatan hangat oleh masyarakat yang tinggal di dua wilayah tersebut. Hal itu mengakibatkan munculnya sikap egois terkait keberadaan perahu pinisi. Masyarakat Ara mengklaim bahwa “Sang Panrita Lopi” berada di wilayah Ara.  Begitu pula masyarakat Lemo-Lemo yang menyatakan dengan tegas bahwa Desa Lemo merupakan tempat para leluhur “Sang panrita Lopi”.

Asal Usul dan Duduk Perkara Perdebatan Panrita Lopi Pinisi

Asal-usul akan perahu pinisi dipercayai oleh masyarakat Bulukumba berasal dari perahu Sawerigading yang terdampar. Perahu itu terbelah tiga karena dihantam oleh ombak besar. Sehinggga tiga bagian tersebut ditemukan pada tiga wilayah di Bulukumba, yaitu Desa Ara, Desa Lemo, dan Desa Bira.

Berdasarkan cerita rakyat tersebut disebutkan bahwa ketiga bagian kapal disatukan kembali oleh ketiga wilayah. Penyatuan ini berdasarkan bagian-bagian perahu yang terdampar di wilayah ditemukan. Adanya kepercayaan tersebut, sampai sekarang masih menjadi pegangan sejarah kebudayaan dari perahu pinisi. Panrita atau pembuat perahu berasal dari tiga wilayah yaitu Desa Ara, Desa Lemo dan Desa Bira.

Obrolan saya dengan Bapak DR. Hj. Amiruddin Rasyid M,Pd sebagai kepala Desa Ara menerangkan banyak soal Desa Ara. Bahkan beliau juga turut mempercayai bahwa kiranya desa Ara merupakan tempat lahirnya para Panrita Lopi. Menurutnya semua pembuat perahu pinisi yang bekerja di Tanah Beru merupakan orang asli Ara.

Namun setelah saya berbincang dengan Pak Hj. Amiruddin ada keterangan yang berbeda denga Pak Hj. Saya bertemu dan berbincang dengan salah satu masyarakat di Tanah Lemo yang bekerja sebagai penjaga pantai Lemo-Lemo. Pernyataannya menegaskan bahwa masyarakat Tanah Lemo merupakan tempat para Panrita Lopi, bukan dari Ara.

Adanya perbedaan pandangan tersebut, tentunya saya semakin penasaran terhadap si panrita lopi ini sebenarnya berasal dari mana. Meskipun masyarakat secara umum mengenal panrita lopi kapal pinisi berasal dari tiga wilayah. Namun masyarakat dari ketiga wilayah ini masing-masing meyakini bahwa Panrita Lopi berasal dari daerahnya. Isu tersebut selalu hadir dalam perbincangan masyarakat dari ketiga wilayah ini mengenai panrita Lopi.

Meskipun hanya menjadi perbincangan bahkan perpedaan pandangan ditengah masyarakat. Gambaran mengenai keberadaanya ini menjadi isu yang selalu muncul sebagai bentuk pengakuan identitas.

Klaim Identitas Perahu Pinisi

Klaim identitas akan perahu pinisi pernah dituangkan dalam artikel oleh Ary Wahyono yang merupakan peneliti PMB LIPI.

Selama ini, perahu pinisi yang kita kenal berasal dari Bulukumba. Namun sebenarnya hanya tiga desa saja yang memberikan kontribusi utama tumbuhnya perahu pinisi yang terkenal itu. Yaitu orang Ara yang memiliki keterampilan dan tradisi dalam pembuatan perahu pinis. Orang Ara merasa tidak dikenal sebagai pembuat perahu

Ary Wahyono

Ujar Ary dalam tulisannya bertajuk Klaim Identitas: Kebaharian: Menyoal Pemberian Penghargaan pada Perahu Pinisi sebagai Warisan Budaya dari UNESCO.

Saya kemudian menarik kesimpulan terkait klaim identitas dapat terjadi karena adanya kesalahpahaman persepsi dimasyarakat. Masyarakat luas lebih mengenal wilayah Tanah Beru sebagai tempat penghasil dan pembuat perahu pinisi. Hal tersebut memang terjadi bahwa Tanah Beru merupakan tempat penghasil perahu pinisi. Akan tetapi panrita atau pembuat dari perahu pinisi sendiri merupakan masyarakat Ara atau masyarakat Tanah Lemo. Dijadikannya Tanah Beru sebagai sentra pembuatan perahu pinisi bukan tanpa alasan. Jika dilihat secara kondisi wilayah Tanah beru sangat strategis sebagai lokasi pembuatan perahu. Kondisi ini memudahkan mengatur galangan atau bantilang lopi, yaitu tempat pembuatan perahu pinisi.

More on this topic

Comments

Advertisment

Popular stories