Nalar – Arkeologi Indonesia, Pada tahun 2002, seorang anak berumur sembilan tahun hilang di Qingdao, Provinsi Shanding, China hilang sepulang sekolah. Perjuangan orang tua dari anak tersebut telah mencari di seluruh China selama ini seakan sia-sia. Namun, setelah dua puluh tahun lamanya, polisi berhasil mengungkap tersangkanya.
Untuk mengelabui penyidik, tersangka mengubur tulang anak tersebut di tempat sampah yang dipenuhi sampah termasuk tulang hewan. Kemudian terbawa ke sebuah lahan pertanian.
Seiring berjalannya waktu, upaya penyidik untuk mengungkap kasus ini bertambah rumit karena kondisi tulangnya yang keropos dan rapuh. Bahkan pendekatan forensik yang dilakukan sebelumnya belum memberikan titik terang tentang informasi genetik. Hal ini mungkin terjadi karena kandungan DNA yang terdapat pada tulang tersebut telah hilang.
Untuk membantu mengungkap kasus tersebut, para arkeolog dilibatkan. Tugas arkeolog tersebut ialah mengidentifikasi sisa sisa tulang yang ada. Tulang tulang tersebut yang berjumlah 19 kemudian dikirim ke lab arkeologi di Universitas Jilin untuk di uji. Ukuran tulang tersebut hanya sekitar dua sampai empat sentimeter saja.
Bagaimana Ahli Arkeologi Mengungkap Masalah Tersebut ?
Hal yang pertama dilakukan adalah melakukan identifikasi dengan dibantu berbagai bidang ilmu. Karena tulang tersebut terkubur bersama tulang hewan, maka arkeolog dari bidang zooarkeologi dilibatkan untuk memilah tulang manusia dan hewan. Identifikasi awal yang dilakukan ialah memisahkan tulang hewan hingga menentukan jenis hewan.
Melalui serangkaian uji lab yang rumit, diketahui bahwa ada 18 tulang yang berhasil diidentifikasi sebagai hewan. Ada 16 tulang yang diyakini sebagai tulang babi dan satu tulang lainnya sebagai ayam ataupun bebek.
Bermodal satu tulang yang hanya berukuran 2 sentimeter, para peneliti kemudian melakukan test DNA terhadap tulang tersebut. Hasil dari tes DNA tersebut yang disandingkan dengan DNA purba mengungkap bahwa korban adalah seorang anak laki-laki yang secara geografis berasal dari Asia Timur. Tepatnya ras orang Han, Korean, dan Tujia. Lebih lanjut, hasil test tersebut menunjukkan bahwa orang tersebut adalah penutur Sino-Tibetan.
Data tersebut juga diuji dengan data orang yang diduga orang tuanya. Hasil menunjukkan bahwa memang terdapat kedekatan DNA dengan orang tuanya, yakni dari ibunya. Hasil ini kemudian menguatkan dugaan bahwa korban adalah anak laki-laki yang berusia Sembilan tahun.
Perkembangan teknologi nan canggih telah mampu mengungkap kasus tersebut dengan tingkat efektivitas yang tinggi. Penelitian arkeologi ini memberikan bukti bahwa ada jalan yang lebih luas untuk menghukum kejahatan dan menegakkan keadilan. Meskipun bukti yang ada hanya tersisa sedikit bukan menjadi penghalang.
Untuk membaca artikel selengkapnya baca sumber :
Yang Xu; Naihui Wang; Shizhu Gao; Chunxiang ; Pengcheng Ma; Shasha Yang; Hai Jiang; Shoujin Shi; Yanhua Wu; Quanchao Zhang; Yinqiu Cui. (2023). Solving the two‑decades‑old murder case through joint application of ZooMS and ancient DNA approaches. International Journal of Legal Medicine https://doi.org/10.1007/s00414-022-02944-5