Nalar-Nationalarchaeology.com-Libur akhir tahun telah tiba !.
Berwisata menjadi suatu pilihan yang tepat untuk menikmati libur akhir tahun. Pariwisata menjadi suatu cara untuk melepas penat dan stress. Beruntungnya, kita hidup di negeri yang kaya akan keindahan alam maupun budaya.
Tapi, bagaimana awal mula wisata di Indonesia ?
Tonggak Awal Pariwisata
Pada akhir abad XIX, pembangunan infrastruktur yang massif dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Hal ini turut membawa keuntungan bagi pariwisata di Hindia Belanda. Kunjungan kian meningkat ke Hindia Belanda pada tahun – tahun tersebut.
Di Indonesia, kegiatan kepariwisataan mulai diatur pada awal abad ke-20. Tepatnya pada Bulan April 1908, Vereeniging Toeristenverkeer (VTV) atau Perhimpunan turis resmi didirikan di Batavia. Pendirian perhimpunan ini, dapat dikatakan menjadi tonggak awal pariwisata modern di Hindia Belanda. Salah satunya upayanya dengan mendirikan sebuah bureau (kantor) yang memberikan informasi mengenai pariwisata di Hindia Belanda.
Potret Melancong ke Hindia Belanda
Salah satu iklan menunjukkan bahwa akses ke negeri ini sudah cukup mudah. Hanya butuh 38 jam berlayar dari Singapura untuk mencapai Pulau Jawa. Beberapa destinasi wisata yakni Batavia, Cirebon, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo dan Surabaya.
Latar belakang sebuah gunung dan deretan pepohonan termasuk pohon kelapa menggambarkan keindahan Pulau Jawa. Beberapa bangunan yang diduga Candi juga ditampilkan pada Iklan tersebut. Serta seorang perempuan Jawa memakai sarung batik yang dipadukan dengan kebaya serta hiasan kepala.
Iklan-iklan pada masa tersebut, menggambarkan keindahan pulau Jawa hingga di gelari Taman dari Timur. Potret Gunung Bromo yang tengah erupsi menjadi titik tengah iklan. Tak lupa pula, keindahan Candi Borobudur juga menjadi potret menarik. Kebun Raya botani bogor juga menjadi destinasi yang tawarakan oleh kantor pariwisata di Batavia.
Selain menawarkan destinasi alam, pada masa tersebut juga dilakukan beberapa festival. Salah satunya adalah Koloniale Tentoonstelling atau pameran kolonial yang diselenggarakan di Semarang tahun 1918.
Selain itu, iklan pada gambar lainnya berupa menampilkan keelokan wanita pribumi di Hindia Belanda. Salah satu tajuk iklan berupa Isle of Romance menampilkan potret puteri yang dipayungi oleh seorang Pria.
Dari Jawa ke Bali
Akhir 1920-an Bali menjadi pilihan pengganti Pulau Jawa yang telah habis di eksplotasi. Potret iklan yang dulunya menggambarkan keindahan alam pulau jawa kini bergeser pada budaya Bali. Singkatnya, mereka membuat pulau Bali menjadi pulau surga. Upaya tersebut dapat dilihat lewat beberapa pemberitaan di media massa. Salah satu terbitan surat kabar NRC pada tanggal 19 September 1928 memuat rangkaian acara upacara adat di Bali. Antara lain Ngaben di Klungkung, Ngaben di Kahuan Tampaksiring, tari keris di Kesiman, Denpasar.
Ahmad Sunjayadi yang mengutip salah satu surat kabar Belanda mendapatkan satu masalah pada saat itu ialah durasi wisatawan. Dalam surat kabar tersebut, tercatat rata rata masa tinggal wisatawan hanya empat hari saja. Masa tinggal tersebut dianggap sangat singkat. Namun setelah pembukaan rute penerbangan, para pelancong dapat tinggal selama satu minggu.
Kunjungan ke Pulau Bali meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1936, jumlah kunjungan wisatawan asing ke bali mencapai angka 2.880 orang. Jumlah ini meningkat dratis dari tahun 1926 yang hanya 446 orang.
Berbagai potret yang disajikan dari pemerintah kolonial untuk menampilkan citra Hindia Belanda sebagai Belanda yang Tropis. Suatu tujuan yang telah domestikasi dan menawarkan kenyamanan sehingga aman untuk dikunjungi.
“Potret-potret tersebut secara tidak menampilkan keindahan Indonesia. Gambar-gambar yang ditampilkan membentuk citra kita sekarang tentang keindahan. Suatu proses yang hingga kini masih berlangsung entah sampai kapan” tutup Ahmad Sunjayadi.