Trowulan Kota Peradaban Peninggalan Kerajaan Majapahit

Related Articles

Nalar – Arkeologi Indonesia, Indonesia memiliki banyak situs purbakala atau peradaban pada masa lampau. Bahkan ada banyak situs yang masih sangat jarang diketahui oleh orang maupun belum teridentifikasi secara keseluruhan. Kali ini kami akan sedikit menelisik tentang situs purbakala Trowulan yang terletak di Jawa timur.

Trowulan atau Antarawulan atau juga disebut Antarashashi oleh para ahli. Merupakan sebuah kota purbakala yang dikenal sebagai pusat kerajaan Majapahit oleh kalangan arkeolog.
Anggapan bahwa kota ini adalah bekas pusat kerajaan Majapahit dikarenakan banyak temuan arkeologis. Berupa pondasi, candi, gapura, saluran air berikut waduknya, umpak batu, serta barang pakai sehari-hari seperti: tembikar, keramik, koin, bandul jala dan lain-lain.
Temuan seperti itu ternyata memiliki jangkauan sebaran yang sangat luas bukan hanya sebatas wilayah Trowulan, tetapi sampai Bekek di sebelah utara, Pakis di selatan, Brangkal di timur dan Jombang di sebelah barat.

Peta posisi Majapahit dan Trowulan
(Gambar: Hilda Soemantri, Majapahit Terracotta Art, 1997, 71)

Jadi jika kita melihat peta pada saat ini Trowulan termasuk dalam wilayah administrsi Kecamatan Trowulan dan kecamatan Sooko kabupaten Mojokerto.
Di daerah ini masih cukup banyak temuan benda-benda arkeolog maupun situs atau seperti bangunan struktur candi yang belum teridentifikasi dan diselamatkan untuk dilestarikan lebih lanjut.

Peta peninggalan arkeologis di Trowulan
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Trowulan)

Letak Peradaban Ibu Kota Majapahit

Penentuan letak ibu kota Majapahit ini juga diungkapkan oleh Slamet Muljana bahwa pada tahun 1416 seorang ulama Cina bernama Ma Huan ikut serta dalam rombongan Laksamana Cheng Ho yang berkunjung ke Majapahit.
Dalam karyanya yang berjudul Ying-yai Sheng-lan, Ma Huan menyajikan uraian geografi tentang empat kota utama di Majapahit yakni Tuban, Gresik, Surabaya dan Majapahit. Keterangan tersebut menggambarkan bagaimana orang dapat mencapai ibukota Majapahit dari Surabaya. Uraian itu dapat dijadikan pegangan untuk menetapkan letak ibu kota Majapahit.

adapun penjelasan sebagai berikut :

Dahulu kala Jawa disebut Japa (java); kota umumnya ada empat, semuanya tanpa pagar batu. Kapal-kapal dari negeri asing datang di pelabuhan Tuban, Tse-Tsun (Gresik), Surabaya, akhirnya Majapahit, tempat bersemayam Sang Prabhu. Dari Surabaya berlayar dengan perahu kecil ke arah selatan sejauh kira-kira 70 atau 80 li (40 km) kita sampai di pelabuhan Canggu. Di sini kita mendarat lalu berjalan kaki ke arah selatan selama satu setengah hari. Kita sampai di Majapahit tempat bersemayam Sang Prabhu. Di tempat ini ada kira-kira 2 atau 3 ratus kepala keluarga dan 7 atau 8 pembesar pembantu Sang Prabhu, Semuanya orang pribumi

Istana Sang Prabhu dikelilingi pagar bata setinggi tiga puluh kaki (10 m), panjangnya lebih dari seratus kaki (33 m). Pintu masuknya ada dua; dipelihara dengan baik, kelihatan selalu bersih. Rumah-rumah di dalambenteng berdiri di atas tanah, tingginya dari tiga puluh sampai empat puluh kaki. Lantainya dibuat dari papan, ditutup dengan tikar rotan atau tikar pandan berkembang-kembang, tempat duduk para penghuninya; atapnya dibuat dari potongan kayu sebagai ganti genting (sirap).

Slamet Muljana, Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1983), 210

Uraian Ma Huan di atas menjelaskan bahwa ibukota Kerajaan Majapahit terletak di sebelah selatan Canggu, dekat Mojokerto. Di sebelah selatan Mojokerto pada km 61 yaitu terletak di desa Trowulan.

Pengaruh Iklim pada masa Kerajaan Majapahit

Bentuk medan pada umumnya bergelombang, dengan pegunungan-pegunungan yang lebar dan lembah-lembah yang lebar pula, secara umum hampir mengarah ke utara. Begitupun dengan iklim pada masa kerajaan Majapahit diinterpretasikan mirip dengan kondisi iklim saat sekarang. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Koppen, daerah sekitar Trowulan beriklim hujan tropika tipe Aw. Apabila jumlah hujan bulan basah tidak dapat mengimbangi kekeringan hujan pada bulan kering.

Trowulan juga dipengaruhi oleh beberapa sistem geologi dan topografinya. Yakni sistem pegunungan gunung api (Anjasmoro-Welirang-Arjuno-Penanggungan-Kelud) dan sistem aliran kali Brantas dengan cabang–cabang dan anak sungainya.

Masalah lingkungan yang dihadapi adalah drainase dan genangan air. Hal tersebut disebabkan oleh material yang bertekstur halus dan topografi datar. Genangan akan lebih besar bila di bagian utara pada dataran alluvial terjadi banjir akibat meluapnya kali Brantas.

Secara ekologis, pertumbuhan Trowulan sebagai kota Majapahit berkaitan erat dengan kondisi lingkungan alamnya. Bentang alam yang terdiri dari pegunungan, kipas alluvial dan dataran yang menghasilkan bahan-bahan baku seperti batu dan tanah laterit yang subur serta air yang melimpah. Kondisi semacam ini cocok dengan teknologi pertanian dan pembangunan permukiman di Trowulan.

Runtuhnya Kota Kuno Trowulan ( Kerajaan Majapahit )

Reruntuhan kota kuno di Trowulan ditemukan pada abad ke-19 M. Berdasarkan laporan Sir Thomas Stamford Raffles yang menjabat sebagai gubernur Jawa dari 1811 sampai 1816. Disebutkan bahwa terdapat reruntuhan candi tersebar bermil-mil jauhnya di kawasan ini.

Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Hari Untoro Drajat mengatakan, Situs ini merupakan satu-satunya peninggalan purbakala berbentuk kota dari era kerajaan-kerajaan kuno di masa klasik Nusantara (abad V sampai XV Masehi).

Menurut data penelitian terhadap Situs Trowulan pertama kali dilakukan oleh Wardenaar pada tahun 1815. Ia mendapat tugas dari Raffles untuk mengadakan pencatatan arkeologis di daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut tercantum oleh Raffles dalam bukunya, History of Java (1817). Ia yang menyebutkan berbagai objek arkeologis yang berada di Trowulan sebagai peninggalan dari kerajaan Majapahit. Penelitian terhadap daerah ini pun masih digali lebih dalam guna mendapatkan data yang lebih akurat atau temuan yang lebih lengkap.

Saat ini, Trowulan menjadi sebuah kota yang memiliki banyak situs peninggalan yang berupa artefak dari jaman kerajaan Majapahit. Oleh karena itu para ahli arkeolog menyebutkan jika daerah Trowulan ini dulunya adalah sebuah Ibu Kota atau pusat peradaban Kerajaan Majapahit.

More on this topic

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Advertisment

Popular stories