Workshop Dokumentasi Budaya; Cara Meningkatkan Kepedulian Anak Muda Terhadap Warisan Budaya

Related Articles

Nalar-Arkeologi Indonesia, “Anak muda peduli budaya” Kalimat tersebut seolah mewakili program workshop dokumentasi budaya. Kegiatan ini sedang berlangsung di Desa Tompobulu, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Program tersebut merupakan program yang didanai oleh Fasilitasi Bidang Kebudayaan. Kelompok Kerja Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Peserta dan Pelaksana Workshop Dokumentasi Budaya di Hari Terakhir berkegiatan (dok, panitia)

Workshop dokumentasi budaya merupakan pelatihan tentang cara pengumpulan data mengenai objek budaya yang menjadi peninggalan Kerajaan Tanralili. Kegiatan tersebut bertujuan untuk melatih para pemuda adat Tompobulu. Tujuannya agar mereka bisa memahami sejarah, adat istiadat, kearifan lokal, maupun pemahaman tentang objek peninggalan Kerajaan Tanralili. Selain itu, secara tidak langsung workshop dokumentasi budaya merupakan sebuah langkah awal sebuah proses yang panjang untuk melestarikan keragaman budaya di wilayah tersebut.

Kiri-kanan Muhammad Ilham Nur, S.Hum – ketua pelaksana, Andini perdana S.S, M. Hum. Selaku perwakilan dari BPK XIX, Hardiman Bakri, S.STP., – Camat Tompobulu, Amirullah Rul – Ketua Aliansi Masyarakat Adat Maros, Drs. Muhammad Ramli selaku pemateri juga Tim Ahli Cagar Budaya Kab. Maros. (dok. panitia)

Workshop dokumentasi budaya berlangsung pada tanggal 26-28 Juli 2024. Kegiatan ini mengusung tema “Rekontemplasi Eksistensi Kerajaan Tanralili dalam Wilayah Adat Toddolimayya Ri Marusu”. Kegiatan tersebut bertempat di Rapang-Rapang yang merupakan sebuah Kawasan Agrowisata di Desa Tompobulu, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Di dalam area tersebut terbentang lahan yang cukup luas untuk ditanami berbagai jenis tanaman, seperti jagung, alpukat, lengkeng, dan jeruk. Selain itu, di dalam area kawasan terdapat sebuah bukit karst tunggal Leang Rapang-Rapang yang menjulang kokoh. Bukit tersebut menjadi tempat tinggal berbagai jenis flora dan fauna di area tersebut.

Lokasi ini menyajikan lanskap alam memukau berbagai dengan fasilitas penunjang. Misalnya mess pengelola, rumah panggung, dan bangunan yang serupa dengan baruga. Berkat bantuan dari pihak pengelola, pemerintah setempat, dan beberapa komunitas, kawasan ini kemudian dimanfaatkan sebagai tempat untuk berkegiatan.

Materi dan Kunjungan Situs

Pemberian materi dan kunjungan situs budaya merupakan dua rangkaian penting dalam kegiatan workshop kali ini. Pemberian materi bertujuan untuk membekali peserta terkait pengetahuan teoritis tentang warisan budaya. Selain itu, materi yang diberikan berupa tata cara pengumpulan data saat berkunjung ke situs budaya. Adapun kunjungan situs bertujuan agar peserta dapat segera mengaplikasikan materi yang diberikan. Serta terlibat langsung dalam proses pengumpulan data di beberapa situs.

Praktik pengambilan data hari pertama.
Source: Workshop Dokumentasi Budaya (2024)

Beberapa materi yang dibawakan bertemakan tentang warisan budaya, fotografi, serta cara mendeksripsi dan wawancara. Ketiga materi tersebut masing-masing dibawakan oleh mereka yang ahli dibidangnya.

Selanjutnya, pada saat kunjungan situs, terdapat tiga lokasi yang dikunjungi. Pertama adalah Makam Daengta Tanralili yang diduga sebagai makam raja kedua Kerajaan Tanralili. Kedua adalah Batu Palantikang yang konon merupakan tempat yang digunakan sebagai tempat bermusyawarah. Dan yang ketiga adalah Saukang Pokoka, adalah tempat yang diyakini sebagai petilasan dari salah satu tokoh penting atau orang kepercayaan pada masa pemerintahan raja kedua Daengta Matinroa Ri Masale yang bernama Bonto Lempangan.

Bersamaan dengan itu, dalam proses pengumpulan data, peserta didampingi oleh fasilitator. Tugas fasilitator adalah mengontrol dan memastikan data-data yang mesti dikumpulkan peserta selama kunjungan situs.

Pengetahuan tentang Objek Peninggalan Kerajaan Tanralili

Narasumber yang sedang menjelaskan muatan sejarah dari tinggalan Batu Palantikan
Source: Workshop Dokumentasi Budaya (2024)

Output dari kegiatan workshop dokumentasi budaya ialah sebuah artikel populer yang memuat informasi tentang objek peninggalan Kerajaan Tanralili, di Desa Tompobulu, Kabupaten Maros. Hal tersebut diperoleh dari deskripsi peserta selama kunjungan situs. Akan tetapi sebelum itu, fasilitator punya andil besar karena mereka mengolah kembali dan menyusunnya menjadi sebuah karya tulis populer.

Maka dari itu, dengan adanya tulisan tersebut, data ini kedepannya dapat menjadi rujukan sekaligus menjadi bukti yang dapat memperkuat asal usul Kerajaan Tanralili di wilayah Tompobulu. Bukan hanya itu, melalui kegiatan ini pengetahuan dan kepedulian anak muda tentang warisan budaya dapat tetap tumbuh dan berkembang. Pengetahuan tentang warisan budaya dapat terdistribusi dengan baik, bahkan bisa disebut sebagai salah satu upaya dalam melestarikan budaya yang ada di daerahnya.

Kepedulian Anak Muda Terkait Warisan Budaya

Tentu saja, kegiatan ini diinisiasi oleh para anak muda. Berbagai komunitas ataupun Lembaga yang ada di Maros maupun Makassar, berkolaborasi guna menyukseskan kegiatan tersebut. Beberapa di antaranya yaitu perwakilan dari PD AMAN Maros, BPAN Maros, Nalar – National Archaeology, Sureq Celebes, Alliri Budaya, Antropos Indonesia, Pappasang.id, dan Kaisar FIB-UH.

Namun di antara beberapa komunitas tersebut, terdapat dua anak muda yang kukuh menggaungkan budaya di wilayah tersebut. Dua orang ini bernama Andi Aminuddin (29 tahun) dan Iqbal (24 tahun). Mereka berasal dari Lembaga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maros. Keduanya aktif dalam melakukan pemetaan partisipatif yang kerap dilakukan AMAN Maros dibeberapa komunitas adat yang ada di Kecamatan Tompobulu.

Semangatnya dalam mempelajari warisan budaya terlihat dari antusiasmenya dalam mengikuti workshop dokumentasi budaya. Keduanya begitu bersemangat dalam mengajak beberapa pemuda lainnya di wilayah tersebut untuk bergabung dalam program kali ini. Bahkan sebelum itu, keduanya kerap membantu panitia pelaksana dalam menyusun kronik Sejarah Kerajaan Tanralili di Wilayah Tompobulu. Mereka banyak membantu panitia pelaksana menemui orang-orang tertentu (tetua adat) agar bersedia menjelaskan dan menceritakan terkait sejarah dari objek peninggalan Kerajaan Tanralili di Wilayah Tompobulu.

Bisa dibilang Andi Aminuddin atau akrab disapa Ami dan Iqbal, merupakan cerminan dari dua orang pemuda yang begitu peduli dengan budaya yang ada di daerahnya. Mereka sadar bahwa dengan mencintai budaya merupakan salah satu cara dalam mencintai tanah leluhurnya. Mereka paham betul bahwa di wilayah tersebut memiliki jejak sejarah yang panjang, serta punya identitas kuat yang tergambarkan dari beberapa objek yang menjadi peninggalan salah satu kerajaan yang pernah ada di Maros (Kerajaan Tanralili).  

More on this topic

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Advertisment

Popular stories