NALAR – Arkeologi Indonesia, Setelah beberapa hari menjalani aktivitas yang padat. Aku dan beberapa kawanku merasa perlu untuk melepaskan diri sejenak dari hiruk pikuk kota dan mencari ketenangan di alam. Setelah mencari referensi dari beberapa teman, kami kemudian menetapkan pilihan untuk menjelajah wilayah Maros.
Kami memulai perjalanan dari kota Makassar menuju salah satu wilayah di Maros, tepatnya di tanah Tompobulu dengan menaiki sepeda motor. Setelah melewati beberapa jalan yang cukup ramai, kami merasa semakin tenang ketika masuk ke jalan yang semakin sepi. Suasana di sekitar mulai berubah, pepohonan rindang mulai menutupi jalan, dan udara yang semakin segar menyelimuti tubuh. Kamipun berhenti sejenak di pinggir jalan dan merasakan betapa indahnya alam di sekitar.
Setelah beberapa saat, kami melanjutkan perjalanan dan melewati beberapa desa kecil yang berada di sepanjang jalan.
Ya, tujuan kami memang berwisata pada Hutan Pinus Tala – Tala. Salah satu destinasi wisata alam yang cukup dekat dari Kota Makassar. Hutan pinus Tala Tala terkenal dengan pemandangan alam yang indah dan udara yang sejuk.
Saat tiba di lokasi, kami disambut dengan aroma segar dari pepohonan pinus yang menjulang tinggi. Kami merasakan udara yang sangat sejuk dan menyegarkan tubuhku setelah melewati perjalanan panjang.
Pinus dan “Getah” Ekonominya
Kami menikmati angin sepoi-sepoi yang menenangkan. Begitu pula dengan riuh angin seakan akan membuat dedaunan pinus menyapa kami.
Namun, perhatian kami segera teralihkan. Kami melihat beberapa orang membawa karung dari area hutan pinus tersebut. Salah satu dari kami segera menuntaskan rasa penasarannya.
“apa itu pak “
“Oh ini lagi menyadap getah pinus. Kalau dijual ini dek, kurang lebih harganya 7.000 perkilonya” ujar salah satu petani yang telah selesai menyadap getah.
Ternyata getah dari pohon pinus menjadi salah satu sumber penghasilan dari warga lokal.
Kami kemudian lanjut mengeksplorasi hutan pinus Tala Tala dengan berjalan kaki. Kami melihat pemandangan yang sangat indah di sekitar kami, dengan pohon pinus yang menjulang tinggi. Serta riuh angin yang membuat tangkai tangkai pinus seakan menyambut kami.
Kami menemukan salah satu jejak budaya yang berasal dari zaman prasejarah. Salah satu kekayaan budaya Maros dari masa prasejarah adalah batu-batu prasejarah yang dipermukaan tanah. Batu-batu ini menjadi saksi bisu peradaban manusia pada masa lampau, yang dibentuk secara artistik oleh para penghuni kawasan ini. Batu ini oleh beberapa peneliti menyembutnya dengan istilah Maros Point.
Setelah puas menjelajahi setiap sudut hutan pinus. Kami beristirahat di salah satu warung yang terletak tidak jauh dari pintu masuk hutan pinus. Untuk memecah suasana, kami berbincang dengan salah satu pedagang .
“Pohon pinus di sini sangat indah. Penasaranka tentang asal usul pohon pinus ini di Tala Tala” tanya salah satu dari kami
“Oh, pohon pinus ini sebenarnya bukan tanaman asli daerah ini. Dulu, sekitar setengah abad yang lalu. Pohon-pohon pinus ini ditanam oleh kementrian kehutanan” jawab sang perempuan yang kira kira berusia 30 tahunan.
Jawaban tersebut membuat kami semakin penasaran dengan Hutan Pinus Tala – Tala.
Tata Coang, Penjaga Alam Tompobulu
Setelah dirasa cukup untuk menikmati pemandangan Hutan Pinus, kami kemudian bergeser ke desa lain yang masih dalam wilayah Tompobulu.
Kami berkunjung ke salah satu orang tua kampung di Dusun Baru, Desa Bonto Manurung. Beliau adalah Tata Coang, salah satu penduduk asli di wilayah ini.
Perbincangan kami dengan Tata Coang cukup beragam. Mulai dari perubahan budaya hingga perubahan infrastruktur yang ada. Salah satu objek perbincangan kami mengenai asal usul hutan pinus.
“Saya yang tanam ki dulu itu ” tiba tiba istri dari Tata Coang bergabung di perbincangan kami
“Dulu, waktu awal ikut menanam saya digaji 25 rupiah, kemudian meningkat menjadi 50 rupiah. Waktu itu saya masih anak anak jadi masih begitu dikasihkan ka. Beda ki dengan orang dewasa” Lanjut Istri dari Tata Coang dengan dialek Makassar yang cukup khas di telinga.
Tata Coang berusaha mengingat alasan mengapa dilakukan penanaman pohon pinus.
“Dulu, waktu itu ada program penghijauan yang dilakukan oleh Kementrian Kehutanan. Kita diminta untuk menanam pohon-pohon di sekitar hutan dan ladang-ladang. Ada beberapa jenis pohon yang ditanam, tapi yang paling banyak adalah pinus dan mahoni. Karena paling tahan sama hama dan penyakit. Penanaman ini dilakukan selama empat tahun lamanya, dari tahun 1979 hingga 1981” ujar Tata Coang.
Penanaman ribuan pohon pinus ini juga telah mengubah bentang alam Tompobulu menjadi perbukitan menjadi hijau.
Tala – Tala dan Wisata Alamnya
Setelah beberapa tahun, pohon-pohon yang ditanam tersebut tumbuh subur dan membentuk hutan yang asri dan sejuk. Kini, hutan pinus Tala-Tala telah menjadi salah satu objek wisata alam yang populer di wilayah Maros dan sekitarnya.
“Dulu waktu baru ditanam, belum ada yang tahu kalau ini akan jadi tempat wisata. Kita menanam pohon-pohon tersebut untuk menjaga lingkungan. Tapi sekarang, banyak orang yang datang ke sini untuk menikmati keindahan hutan pinus dan udara yang segar,” tutur Tata Coang.
Perjalanan kami ke hutan pinus Tala-Tala dan berbincang dengan Tata Coang dan keluarganya. Membuat kami semakin memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan memperkuat kembali hubungan manusia dengan alam. Masyarakat sekitar juga mendapatkan dampak ekonomi secara langsung dari Hutan Pinus Tala – Tala. Keindahan alam dan udara segar yang kami rasakan di sana memberikan pengalaman yang tak terlupakan. Hingga menjadi pengingat bahwa kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam.