Mengulik Sejarah Benteng Amsterdam Maluku Ambon

Related Articles

NALAR – National Arkeologi Indonesia. Benteng Amsterdam adalah salah satu peninggalan VOC yang dibangun sejak abad ke 17 di wilayah kepulauan Maluku. Tinggalan arkeologi ini berada di pesisir utara Pulau Ambon yang dikenal dengan Jazirah Leihitu. Wilayah ini dulunya adalah pusat Kerajaan Tanah Hitu. Benteng Amsterdam ini menjadi penanda awal kehadiran bangsa Eropa di wilayah Maluku.

Sejak awal abad ke-16, para pedagang Portugis telah mendatangi wilayah ini. Upaya penjelajahan mereka untuk menemukan rempah-rempah khususnya cengkih dan pala. Keberhasilan Portugis pada tahun 1511 menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka. Sebagai bandar transit komoditi rempah-rempah dan membuka jalan bagi mereka untuk menemukan Kepulauan Maluku. Kehadiran Portugis ini tercatat dalam kronik Hitu yang terkenal yaitu “Hikayat Tanah Hitu” yang ditulis oleh Imam Ridjali.

Setelah kedatangan bangsa Portugis, bangsa Eropa lain yang kemudian berhasil merebut hegemoni politik di wilayah ini adalah Belanda. Mereka masuk melalui badan usaha-nya yaitu Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

Benteng Amsterdam awalnya merupakan sebuah loji yang dibangun oleh Portugis (Francesco Serrao, sekitar tahun 1512). Benteng difungsikan sebagai gudang penyimpanan rempah ketika Belanda mulai menguasai wilayah ini pada awal abad ke-17. Loji ini kemudian diubah menjadi blokhuis dari batu yang dikelilingi pagar kayu yang tinggi. Dibangun pada tahun 1637 (pada masa Jan Ottens, Gubernur Jenderal VOC saat itu). Kemudian blok huis ini diperkuat dan diperbesar pada tahun 1643 (pada masa Gubernur VOC di Maluku Gerrad Demmer). Arnold de Vlaming (Gubernur VOC di Maluku pengganti Demmer) memberikan nama Benteng Amsterdam. Lalu memerintahkan untuk memperkuat blokhuis ini dengan tembok batu keliling lengkap dengan bastion. Kemudian pada tahun 1648-1656, dan merubah fungsinya sebagai benteng pertahanan. Pembangunan Amsterdam ini dipicu oleh pertikaian antara VOC dengan Kerajaan Hitu yang terjadi pada tahun 1633 hingga 1654.

Tampak Depan Benteng Amsterdam
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Maluku, 2012)

Struktur Arsitektur Benteng Amsterdam

Denah awal Benteng Amsterdam di Hila-Kaitetu
(Sumber: Forts in Indonesia, 2012)

Dari segi arsitektur benteng Amsterdam berbentuk seperti kura-kura yang sedang merangkak. Memiliki dua bastion yang masing-masing bastionnya mengarah ke arah Utara-Timur dan ke arah Selatan-Barat. Diantara dua bastion tersebut terdapat jalur penghubung (Rampat) yang letaknya berada pada daerah Utara ke Barat (mengarah ke arah pantai).

Bangunan benteng ini terdiri dari bangunan utama yang berada di tengah benteng. Kemudian terdapat pagar yang melingkarinya untuk melindungi bangunan utama dari serangan musuh. Bangunan utama terdiri dari tiga lantai, lantai satu dan dua untuk tempat tinggal tentara. Sedangkan pada lantai tiga untuk memantau keadaan dari segala sudut. Lantai satunya berbata merah dan dibawahnya ada penjara serta tempat menyimpan mesiu. Sementara lantai dua dan tiga terbuat dari kayu dan terdapat tangga yang menghubungkan antar lantai di tengah bangunan.

Data Artefaktual Benteng Amsterdam

Dari Penelitian yang dilakukan pada tahun 2013 berhasil memperoleh data vertikal atau artefaktual dibenteng Amsterdam. Beberapa artefak yang berhasil ditemukan di Benteng Amsterdam. Temuan itu berupa fragmen gerabah, keramik,stoneware, bata, genteng, struktur lepas, besi, kaca, pipa tembakau, batu tulis, tulang, gigi, dan kerang.

Fragmen gerabah merupakan jenis temuan yang paling dominan dari sisi jumlah maupun penyebarannya. Berdasarkan dari analisis tipologi bentuk gerabah ini dikelompokan dalam bentuk berupa: Piring, mangkuk, kendi dan tempayan. Sementara fregmen keramik merupakan jenis temuan terbanyak kedua yang dikumpulkan.

Temuan Fregmen Gerabah dan Keramik hasil ekskavasi di Situs
Benteng Amsterdam.
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Maluku, 2013)


Dan hasil analisis kronologinya sebagian besar keramik ini berasal dari Cina, Eropa dan Vietnam. Fragmen keramik tertua diduga berasal dari Dinasti Ming pada abad ke 16/17. Lalu keramik dari Dinasti King pada abad ke 17-20 dan keramik asal eropa sekitar pada abad ke 19-20. Dan dari hasil penelitian keramik dari hasil dinasti qing yang paling dominan.

More on this topic

Comments

Advertisment

Popular stories