To Manurung; Sang Legenda dari Sulawesi Selatan

Related Articles

NALAR – Arkeologi Indonesia, Sulawesi selatan merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak kerajaan-kerajaan. Mulai dari kerajaan yang kecil, hingga kerajaan besar. Dalam perjalanannya, ada kerajaan kecil yang kemudian menyatu dan membentuk kerajaan yang lebih besar. Ada yang menarik jika menelisik sejarah dari kerajaan tersebut, hampir dari seluruh kerajaan tersebut mengenal keberadaan To Manurung.  Dari bahasa sendiri dapat diartikan seseorang yang turun dari langit untuk memimpin di bumi. To yang berarti orang dan Manurung, memiliki arti turun.

Konsep To Manurung merupakan sebuah konsep yang umum dijumpai di wilayah Asia Tenggara hingga Pasifik. Para antropog menyebut fenomena ini sebagai fenomena Stranger Kings atau Raja Asing. Ketika suatu masyarakat saling bertikai satu sama lain, mereka kemudian membutuhkan pihak yang mampu menengahi mereka.  Marshall Sahlinss menceritakan bahwa orang asing yang kemudian menjadi penguasa yang bukan dari asal mereka. Kamboja dipimpin oleh leluhur Brahma dari India atau Orang Arab yang kemudian menduduki posisi penting seperti Sultan di Semanjung Malaya. Sehingga fenomena ini dikenal cukup luas kawasan Asia Tenggara.

To Manurung merupakan sosok yang dianggap memiliki kekuatan magis, berwibawa namun misterius. Banyak yang menganggapnya sebatas mitos, namun ada juga yang menganggapnya sebagai sosok yang pernah ada. Kemunculannya memiliki pola yang hampir sama, ketika terjadi situasi sulit yang melanda suatu wilayah. Mulai dari terjadinya kekosongan kekuasaan hingga terjadinya perang saudara antar kelompok. Dalam cerita lisan orang-orang bugis misalnya, mereka menyebut masa tersebut dengan era “Sianre Bale Taue”.

Bersamaan dengan itu, turunlah To Manurung untuk mendamaikan konflik tersebut. Pasca pendamaian tersebut, para kelompok yang berselisih paham kemudian mengangkatnya menjadi pemimpin tertinggi mereka. Perannya dalam menyelesaikan konflik tersebut masih teringat dalam benak orang-orang tua di beberapa daerah. Misalnya di Bantaeng, Gowa, Soppeng, Bone, Toraja, Luwu hingga beberapa wilayah lainnya.

Kehadiran Sosok To Manurung di Masyarakat Sulawesi Selatan

Dikarenakan hampir tiap daerah memiliki cerita To Manurung, penggambaran sosoknya juga berbeda beda satu sama lain. Salah satu yang menarik ialah To Manurung Baenia yang merupakan seorang perempuan. Ia turun salah satu wilayah yang berada dalam area Kerajaan Gowa. Berbeda dengan yang turun di wilayah lainnya yang merupakan seorang laki-laki. 

Cerita dari kehadiran To Manurung dari setiap daerah tersebut berbeda satu sama lain. Cerita turunnya To Manurung di Bone diawali oleh fenomena alam yang luar biasa. Diawali dengan hujan, guntur hingga petir yang bersahut-sahutan. Fenomena alam ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yakni selama tujuh hari tujuh malam.

Sementara itu, di Gowa, kisahnya memiliki nuansa mistis yang berbeda. Ketika masyarakat mulai mencapai titik jenuh dalam penantian, tiba-tiba seberkas cahaya muncul dari langit, perlahan turun menuju Takabassia dan berhenti tepat di atas bongkahan batu besar. Dari dalam cahaya itu, muncul seorang perempuan anggun dengan pakaian kebesaran yang mempesona—seakan menjadi anugerah bagi mereka yang menyaksikan.

Warisan To Manurung

Kehadirannya bukan hanya mendamaikan pertikaian yang ada. Namun, ia kemudian menyusun suatu gagasan sosial yang terorganisasi. Salah satunya contohnya pada saaat To Manurung di Bantaeng menyusun struktur sosial yang cukup kompleks. Ia membentuk dewan adat yang berperan menjaga stabilitas kerajaan yang lebih baik. Bisa dikatakan, bahwa To Manurung-lah yang merupakan cikal bakal kerajaan-kerajaan besar di Sulawesi Selatan, kecuali pada Kerajaan Wajo. Kerap kali, ia dikisahkan sebagai Raja Pertama pada kerajaan-kerajaan tersebut.

Tidak hanya mewariskan struktur sosial, namun jejak penghormatannya juga nampak dalam tradisi-tradisi masyarakat. Bougas dalam penelitiannya pada tahun 1996 menyatakan di Bantaeng, ia menemukan bahwa beberapa tradisi yang berkaitan dengan sosok tersebut.  Salah satunya ialah tradisi Pajjukukang yang merupakan upacara tahunan di Bantaeng. Upacara ini erat kaitarmya sebagai upacara syukuran atas keberhasilan panen yang ditujukan kepada Karaeng Loe atau To Manurung. Tradisi lainnya yang berkaitan dengan Karaeng Loe ialah upacara Anganro Karaeng Loe dan dilaksanakan setiap tahun di wilayah Onto.

Dalam ingatan masyarakat Bantaeng, ada beberapa tempat yang memiliki keterkaitan erat dengan sosok ini. Salah satunya terletak pada Situs Gantarang Keke yang dianggap sebagai tempat munculnya To Manurung. Ia digambarkan turun di suatu area yang dikelilingi susunan batu yang melingkar. Menariknya, lokasi raibnya berada di tempat lain yang berjarak 2 km lokasi menjelmanya. Tempat raibnya berada di susunan batu di wilayah Lembang Gantarang Keke.

 * * *

To Manurung merupakan sosok yang amat dihormati pada zaman dulu. Pada hari ini tidak sedikit yang kemudian meragukan kebenarannya. Ia dianggap sebagai sosok yang hanya ada pada dunia mitos. Namun diskusinya, apakah masih relevan To Manurung di era modern ini?

More on this topic

Comments

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Advertisment

Popular stories