NALAR – Arkeologi Indonesia, Gua-gua di Maros-Pangkep kembali menggemparkan mendunia lewat lukisan purbanya. Beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2014, gambar cap tangan di Leang Timpuseng dinobatkan menjadi gambar cadas tertua di dunia. Namun, pada tahun 2019 gambar enam orang yang tengah berburu binatang di Bulu Sippong 4 merevisi data tersebut. Dua tahun berselang, dua gambar babi yang saling berhadapan di Leang Tedongnge menjadi yang paling tua di dunia. Babi tersebut gua ini berusia setidaknya 45.000 tahun yang lalu.
Gua-gua di Maros-Pangkep bak sebuah kanvas seni bagi para manusia purba untuk melaksanakan tradisi gambar cadas. Basran Burhan menegaskan bahwa gambar di gua-gua merupakan salah satu penanda revolusi kognitif manusia-manusia di masa lampau. Ada ratusan gua yang menjadi tempat mereka mengekspresikan diri. Mereka menggambar berbagai bentuk, mulai dari yang bentuk hewan, bagian tubuh manusia, hingga gambar abstrak yang sukar dijelaskan.
Tempo hari, saya memiliki kesempatan berkunjung ke Leang Tampuang, Kabupaten Maros. Gua tersebut merupakan salah satu gua yang menyimpan gambar cadas. Setelah mendaki beberapa meter, saya langsung disambut oleh lukisan tangan yang seolah-olah menyapa. Ada puluhan hingga ratusan gambar cap tangan di situs ini.
Bentuk-bentuk lukisan tangan yang ditemukan cukup beragam. Ada yang memperlihatkan telapak tangan hingga lengan, ada pula telapak tangan hingga pergelangan, atau hanya sekedar telapak tangan. Namun, perhatian saya tertuju pada beberapa gambar yang cukup ini. Jari-jarinya mengerucut pada ujungnya, atau berbentuk runcing. Bahkan ada juga gambar yang ruas jarinya seperti terpotong.
Arti Gambar Telapak Tangan
Bagi masyarakat awam, ini merupakan suatu penanda bahwa manusia pada masa lampau telah memiliki jiwa seni yang tinggi. Namun beberapa peneliti meyakini bahwa gambar-gambar tangan mempunyai makna yang mendalam. Pembuatan cap tangan berkaitan dengan kepercayaan atau nilai religi. Hal tersebut sejalan dengan tulisan Van Heekeren, “Gambar telapak tangan merupakan suatu tanda belasungkawa dari orang-orang yang terdekat untuk yang mati”.
Ada juga pendapat lain yang berkembang. Gambar ini merupakan suatu tanda tentang adanya kelompok tertentu yang menghuni gua tersebut. Mereka sepertinya menunjukkan bahwa suatu gua merupakan kekuasaan mereka. Beberapa gambar cadas yang dijumpai terlihat mendekati binatang tertentu. Asumsi yang diyakini para peneliti ialah cap tangan ini menunjukkan pengharapan terhadap binatang buruan.
Namun, jawaban mengapa manusia masa lampau melukis di gua nampaknya sukar untuk dijelaskan dengan pasti. Hal ini karena ketiadaan budaya yang masih melakukan aktivitas melukis di gua. Apalagi ketika melihat fakta bahwa tradisi ini telah berlangsung puluhan ribu tahun lama.
Ma’bedda Bola, Tradisi Cap Tangan
Meskipun tidak ditemukan budaya melukis di gua saat ini, masih ditemukan aktivitas menggambar tangan di media berbeda. Salah satunya di Sulawesi Selatan, tradisi ini masih di jumpai di Kabupaten Barru, Soppeng, Maros, dan Bone. Aktivitas menggambar cap tangan ini dilaksanakan saat ritual Ma’bedda Bola. Ritual ini dilaksanakan saat prosesi peresmian rumah baru orang Bugis. “Cap tangan akan digambar di tiang-tiang rumah atau bagian depan rumah” Ujar Raden Cecep Eka Permana.
Bahan yang digunakan dalam menggambar lukisan tangan ini cukup beragam. Orang Bugis Soppeng menggunakan bedda tettu atau bedak dari tepung beras. Di wilayah Ralla, Kabupaten Barru, masyarakat menggunakan kapur sebagai bahan dasarnya. Jika dominan gambar tangan di gua-gua dibuat dengan cara disemprotkan, pada ritual Ma’bedda bola dilakukan dengan cara berbeda. Yakni dengan cara melarutkan bahan-bahan dengan air, lalu dicap pada dinding atau tiang rumah.
Mengapa Tradisi Ini Bertahan?
Tradisi gambar tangan telah berlangsung selama puluhan ribu tahun dan masih bertahan hingga saat ini. Ada beberapa alasan mengapa tradisi ini tetap dipertahankan dengan kuat hingga hari ini.
Pertama-tama, tradisi ini memiliki makna yang mendalam sebagai bentuk pengakuan. Melalui gambar tangan, seseorang dapat mengekspresikan identitas, peran, dan statusnya dalam masyarakat. Gambar cap tangan dapat menjadi simbol yang memperlihatkan keberadaan individu tertentu.
Kedua, tradisi gambar cap tangan juga berkaitan dengan kelompok atau simbol persatuan. Dalam banyak budaya, gambar tangan digunakan sebagai alat untuk menyatukan komunitas atau kelompok tertentu. Tradisi gambar tangan memainkan peran penting dalam memperkuat ikatan sosial dan menghadirkan rasa persatuan di antara anggota masyarakat. Selanjutnya, tradisi gambar tangan juga memiliki aspek spiritual dan religius yang dipercayai masyarakat pendukungnya.a
Keempat, gambar tangan juga berfungsi sebagai tanda keselamatan atau penolak mara bahaya. Gambar tangan dapat dipercaya dapat menolak energi negatif, melindungi diri dari kemalangan, atau menghindarkan mereka dari bencana.
* * *
Meskipun sederhana, gambar tangan tersebut telah mengundang decak kagum. Nenek moyang kita telah menciptakan karya seni yang luar biasa. Namun, gambar tangan mereka tidak hanya sekadar dekorasi visual, melainkan juga mengandung pesan yang berharga bagi kita saat ini. Mereka mengajarkan berbagai nilai lewat gambar cadas tersebut. Melestarikannya bukan semata-mata untuk dinikmati generasi mendatang saja. Menikmatinya berarti menikmati pengetahuan di balik telapak tangan tersebut.
REFERENSI
Aubert, M., Brumm, A., Ramli, M., Sutikna, T., Saptomo, E. W., Hakim, B., . . . Dosseto, A. (2014). Pleistocene cave art from Sulawesi, Indonesia. Nature, 223–227 (2014). https://doi.org/10.1038/nature13422.
Aubert, M., Lebe, R., Oktaviana, A. A., Tang, M., Burhan, B., Hamrullah, . . . Brumm, A. (2019). Earliest hunting scene in prehistoric art. Nature 576, 442–445 (2019). https://doi.org/10.1038/s41586-019-1806-y.
Brumm, A., Oktaviana, A. A., Burhan, B., Hakim, B., Lebe, R., Zhao, J.-x., . . . Aubert, M. (2021a). Oldest cave art found in Sulawesi. Science Advances 7, eabd4648(2021).DOI:10.1126/sciadv.abd4648.
Mahmud, M. I., Hijjang, P., Said, M. B., & Yahya, Y. (2022, April). The Hand-Print Tradition of the Community from Maros Karst. In 9th Asbam International Conference (Archeology, History, & Culture In The Nature of Malay)(ASBAM 2021) (pp. 93-101). Atlantis Press.
Nur, M. (2011). Dari hand stencil ke hand print, bukti kontak budaya Toala dengan leluhur Orang Bugis. WALENNAE: Jurnal Arkeologi Sulawesi Selatan dan Tenggara, 13(1), 39-45.
Permana, R. C. E. (2021). Tradisi Gambar Tangan Gua Prasejarah. Jurnal Seni Nasional Cikini, 7(2), 129-138.