Kerusakan Lingkungan Mengancam Situs Topohulu, Morowali Utara

Related Articles

Nalar-Nationalarchaeology.com – Situs Topohulu, Arkeologi Indonesia. Sore itu, pada tanggal 10 April 2023 lalu, kami sedang menunggu saat berbuka puasa. Tiba-tiba Ahmad Azhar salah satu kawan dari Kolondale, Morowali Utara mengirimkan link petisi. Petisi itu berisi tentang “Selamatkan Situs Tapak Tangan Topohulu Desa Ganda-Ganda”. Melalui telpon Whatsapp, ia menjelaskan kronologi kerusakan hutan dan pada sekitar situs. Ahmad Azhar sendiri merupakan seorang pecinta alam dan juga pemerhati tinggalan budaya di Kabupaten Morowali Utara.

Menurutnya petisi tersebut adalah sebagai bentuk keprihatinan terhadap tinggalan budaya yang mengalami ancaman kerusakan lingkungan akibat industri pertambangan. Kurang lebih 2.570 orang dari berbagai kalangan telah menanda tangani dan memberikan komentarnya.

Kondisi Situs Topohulu terlihat dari foto citra. Sumber, Google Earth.

Dari kalangan akademisi, seperti Adhi Agus Oktaviana, seorang peneliti lukisan gambar cadas yang sedang menempuh pendidikannya di Griffit Australia. Dan juga dari akademisi Universitas Hasanuddin.

Situs Topohulu sendiri merupakan salah satu situs yang memiliki lukisan prasejarah. Lukisannya berupa cap tangan yang berjumlah lima buah pada tebing karst di tepi laut. Secara administrasi wilayah itu masuk di Desa Ganda-Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali Utara. Selain lukisan cap tangan, Gua Topohulu juga memiliki temuan lain berupa cangkang kerang, serpih bilah, tatal, dan fragmen gerabah. Hasil penelitian yang dilakukan Balai Arkeologi Manado telah melakukan dating pada situs Topohulu.  Situs ini menghasilkan pertanggalan usia sekitar 10016 ± 31 BP atau sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Secara hukum nasional, situs Topohulu telah ditetapkan sebagai warisan budaya. Penetapan itu melalui Surat Keputusan No.188.45/Kep.B.Mu/0142/IX/2021 oleh Bupati Morowali Utara. Penetapan situs Topohulu tersebut sebagai perlindungan dan penyelamatan terhadap warisan budaya. Hal itu juga sudah sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.

Penemuan Lukisan Prasejarah di Situs Topohulu

Potensi tinggalan sumber daya budaya yang tersebar di wilayah Morowali mungkin sudah tak asing lagi ditelinga para peneliti. Banyak nama peneliti terdahulu telah masuk lebih awal ke wilayah tersebut. Salah satunya dari seorang etnografer dan misionaris Belanda seperti Albertus Christiaan Kruyt pada tahun 1898 yang melakukan penelusuran wilayah Morowali.

Pertama kalinya, lukisan prasejarah yang ditemukan di Sulawesi Tengah pada tahun 1981. Saat itu ketika tim ekspedisi ilmiah (Operation Drake) antara Indonesia dengan Inggris. Penelitian ini menghasilkan laporan yang berjudul “Operation Drake: Indonesia A New Approach To Conservation” yang disusun oleh Derek T. Jackson. Penelitian itu melibatkan Norman Edwin dengn menemukan gambar cadas di tebing batu putih.

Sementara itu, dari kalangan arkeolog nasional yang melakukan penelitian khusus mengenai lukisan prasejarah seperti Adhi Agus Oktaviana dan Nasrullah Azis. Selain itu, ada Andoni yang melakukan studi lukisan prasejarah di Morowali sebagai studi akhirnya untuk sarjana arkeologi Universitas Hasanuddin. Sebelumnya, Rustam Semma juga melakukan penelitian skripsi sebagai tugas akhir pada tahun 1992. Lokasinya di Kawasan Teluk Tomori, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Balai Arkeologi Manado (saat ini berubah jadi BRIN) sendiri memulai penelitian arkeologi di daerah Morowali  tercatat  sejak  tahun 2002. Penelitian awal ini mengidentifikasi adanya tinggalan   prasejarah   dan   kolonial di daerah Kolonodale dan sekitarnya yang sekarang merupakan  Kabupaten  Morowali  Utara. Lalu penelitian selanjutnya tahun 2005 hingga tahun 2019 oleh Rintaro Ono, Universitas Tokai, Jepang bekerja sama dengan Balai Arkeologi Manado.

Penelitian itu mereka mulai di Gua Gililana, Morowali Utara, lalu ke Gua Topogaro di Morowali Utara pada tahun 2013. Penelitian pada situs Topogaro sendiri sering melibatkan banyak peneliti seperti Arkenas, Balai Arkeologi Manado. Selain itu juga melibatkan mahasiswa arkeologi seluruh Indonesia termasuk Universitas Hasanuddin. Pada tahun 2015 Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo juga melakukan penelitian di daerah Morowali. Penelitian massif tersebut kemudian menemukan lukisan di tebing kars dengan nama situs Topohulu, Morowali Utara.

Kekayaan Lukisan Prasejarah Morowali

Selain lukisan prasejarah Topohulu, ditemukan juga dibeberapa gua-gua yang juga memiliki lukisan serupa yang tersebar di Kabupaten Morowali. Lukisan tersebut banyak ditemukan dikawasan kars Matarape. Karst Matarape memiliki 3 situs yaitu situs Gua Mbokita, Gua Berlian, dan Tebing Matarape. Dua situs tersebut tepat berada di tepi pantai yaitu Gua Berlian dan Tebing Matarape. Kedua tebing ini juga sama dengan posisi situs Topohulu yang berada di tepi pantai.

Lukisan Prasejarah berupa cap tangan disitus Mbokita. Dok. Andoni, 2019-Universitas Hasanuddin.

Gua Mbokita sendiri penyumbang lukisan terbanyak dengan memiliki 195 lukisan yang tersebar di dinding gua. Lukisan tersebut bergambar tangan ditemukan sebanyak  143 gambar. Lukisan seperti gambar figur manusia berjumlah 3, dan figur hewan sebanyak 12. Selain itu, ada gambar geometris 6 dan 31 gambar yang tidak terindentifikasi bentuknya.

Lalu Gua Berlian memiliki jumlah lukisan prasejarah sebanyak 37 gambar yang tersebar pada 4 panel gua. Lukisan yang bergambar tangan ditemukan sebanyak 36 dan satu tidak terindentifikasi bentuknya. Kemudian situs Tebing Matarape yang memiliki 11 gambar tangan.

Daftar lukisan prasejarah tersebut tentunya menambah nama kawasan Morowali sebagai penyumbang lukisan prasejarah skala nasional maupun internasional. Keberadaan lukisan ini tentunya tidak semua daerah maupun negara miliki. Hal ini juga menggambarkan bagaimana kebudayaan Morowali berlangsung dari masa kemasa.

Mengapa Situs Topohulu Sangat Penting Keberadaannya ?

Situs Topohulu merupakan situs gua yang terbentuk dari gugusan batuan kars. Batuan-batuan kars ini terbentuk karena adanya sistem geologis yang terbentuk jutaan tahun lalu. 

Keindahan salah satu gua di kars Topohulu. Sumber, Jumran. 2023.

Berbicara tentang peranan situs gua prasejarah maupun kawasan karst. Banyak peneliti dunia seperti Waterton, Hamilton-Smith, Gillieson, dan Kiernan (1997) menyebut jika gua maupun karst memiliki peranan yang sangat penting. Keterangan mereka bahwa gua maupun formasi karst batu kapur sangat berhubungan dengan sosial budaya manusia, spriritual, ekonomi, dan praktik ritual.

Kiernan (2011) juga menyampaikan dalam junalnya jika gua memenuhi banyak kebutuhan unik manusia dan budaya sebagai komponen geologis ekologi lokal. Williams (2008) menambahkan bahwasannya karst, dan gua saling terkait. Mewakili berbagai macam keanekaragaman geologis planet dan merupakan salah satu bentang alam tertua di bumi yang mendukung sangat tinggi tingkat keanekaragaman hayati dan endemisme.

Bekken, Schepartz, Miller-Antonio, Hou (2004); Dirks dan Berger (2013) mengatakan secara spesifik dalam karya jurnalnya. Kalau pandangan mereka menyebut bahwa situs perlindungan gua dan batu berisi banyak bukti. Terutama untuk beberapa orang hominin paling awal, tempat tinggal manusia, dan sisa-sisa spesies hewan yang punah.

Pemeriksaan gua di kars Topohulu oleh komunitas pemuda-pemuda Desa Ganda-Ganda, Sumber. Jumran, 2023.

Lalu keterangan Lewis-Williams 2002; Mauret 2004, Tattersall 1998 menambah wawasan lain soal gua. Bagi mereka, gua dan tempat perlindungan batu dianggap telah memainkan peran penting. Baik dalam pengembangan kesadaran manusia, seni, agama dan ritual, serta praktik kamar mayat. Waterton et al. 1997, Gua dan karst tetap mendukung aktivitas manusia. Termasuk sebagai lokasi atau sumber kehidupan manusia kegiatan berbasis ekonomi dan subsisten serta penggunaan agama hingga spiritual.

Jika merujuk ungkapan para peneliti dunia di atas. Situs Topohulu memperlihatkan adanya sumber kehidupan dan perkembangan budaya manusia. Hal itu ditandai dengan beberapa temuan budaya seperti lukisan prasejarah yang menonjolkan perkembangan manusia menggambarkan kehidupan pada masa lampau.

Kerusakan Lingkungan Kars Topohulu

Tampak pembongkaran batuan pada kars Topohulu, Sumber, Ahmad Azhar. 2023

Namun sayang, keberadaan situs Topohulu mengalami ancaman serius akibat kerusakan lingkungan disekitar kawasan kars Topohulu. Hal itu dikarenakan kawasan kars ini masuk dalam areal lahan konsesi salah satu perusahan tambang nickel. Perusahan tambang tersebut bahkan telah memiliki pabrik di Kolondale.

Kiriman foto-foto membuktikan jika kondisi tebing Topohulu mengalami ancaman kerusakan hutan dan kars di sekitarnya. Dari sebuah sumber foto yang dikirimkan kawan kami, terlihat kondisi pohon hutan di areal kars mulai rata dengan tanah. Bisa saja tebing Topohulu juga akan mengalami nasib yang sama dengan wilayah-wilayah yang lain disekitarnya. Dengan kerusakan hutan ini memungkinkan lukisan prasejarah juga akan hilang.

Ahmad Azhar mengungkapkan jika perusahan tambang ini diduga menggunakan bahan peledak dinamik skala besar untuk menghancurkan batuan karst. Hal itu dikonfirmasi melalui laporan masyarakat yang mendengar adanya dentuman besar disekitaran pemukiman masyarakat.

Kondisi situs Topohulu yang mengalami ancaman kerusakan lingkungan. Sumber, Ahmad Azhar, 2023.

Morowali memang menjadi populer dikalangan pebisnis tambang yang kaya akan sumber daya nickel. Saat ini, Morowali menjadi incaran perhatian penambang nasional hinggal dunia. Satu dekade terakhir Kabupaten Morowali dan Morowali Utara menjadi sasaran empuk bagi pemilik modal perusahan tambang. Hal itu karena kebutuhan nickel dunia untuk bahan baku mobil listrik di masa sekarang.

Peran Industri Tambang Terhadap Warisan Budaya

Dalam kasus industri pertambangan Indonesia, tinggalan warisan budaya tak menjadi bagian perhatian para penambang. Hal ini dikarenakan kebijakan pemerintah di Indonesia belum memperioritaskan warisan budaya sebagai kajian penting sebelum melakukan penambangan.

Di dunia. Sebetulnya, warisan budaya telah ditentukan oleh dokumen hukum dan perjanjian internasional sejak tahun 1972. Hal itu tertuang dalam perjanjian yang disetujui oleh Konferensi Umum UNESCO di Paris. Pertemuannya tersebut berisi tentang perlindungan dan pelestarian warisan budaya.

Nicholas Roberts pada tahun 2020 merilis hasil penelitiannya mengenai pengelolaan gua sebagai tempat warisan di kawasan pertambangan di Sepon, Laos. Dalam penelitiannya itu mempertimbangkan tiga hal bagaimana melakukan pengelolaan warisan budaya di kawasan pertambangan. Pertama soal efektivitas penerapan manajemen warisan budaya. Kedua, manfaat dan tantangan untuk memasukkan kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat dalam proses pengelolaan warisan dalam operasi pertambangan. Ketiga pengelolaan dan konservasi warisan budaya yang relevan dan berkelanjutan secara kontek stual.

Bukan hanya Sepon di Laos, Namun ada juga kasus pertambangan emas di Danau Cowal di Australia. Eksploitasi telah mempertimbangkan kepedulian terhadap tinggalan budaya sebelum melakukan penambangan. Ketika itu, situs-situs arkeologi masuk dalam kawasan proyek tambang emas di Danau Cowal pada tahun 1989. Proyek itu dilakukan sangat detail yang di inisiasi oleh Scott Cane dan Roley Williams. Mereka merupakan Dewan Tanah Aborigin Regional Wiradjuri di Australia. Kasus penambangan ini diperlukan untuk menentukan penambangan yang ideal seperti akses jalan, jalur pipa, hingga saluran penataan jalan.

Dari semua kasus yang pernah dilakukan beberapa penambang dunia seperti diatas. Kars dan situs Topohulu memiliki aspek penting untuk penanganan tinggalan budaya terlebih dahulu. Perlunya langka yang strategis dalam menyusun keberlangsungan situs Topohulu sebagai situs warisan budaya. Banyak hal yang semestinya orang lakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan tinggalan budaya.

More on this topic

Comments

Advertisment

Popular stories